Kamis, 23 Desember 2010

broken vow

Josh Groban, si Masumi Hiyami :-D

Tell me his name
I want to know
The way he looks
And where you go
I need to see his face
I need to understand
Why you and I came to an end

Tell me again
I want to hear
Who broke my faith in all these years
Who lays with you at night
While I'm here all alone
Remembering when I was your own

Ill let you go, Ill let you fly
Why do I keep on asking why?
I let you go, now that I found a way to keep somehow
More than a broken vow

Tell me the words I never said
Show me the tears you never shed
Give me the touch, the one you promised to be mine
Masumi Hiyami
Or has it vanished for all time?

Ill let you go, Ill let you fly
Why do I keep on asking why?
I let you go, now that I found a way to keep somehow
More than a broken vow

I close my eyes
And dream of you and I and then I realize
Theres more to life than only bitterness and lies
I close my eyes

Id give away my soul to hold you once again
And never let those moments end
Ill let you go, Ill let you fly
though that I know, Im asking why?

I let you go, now that I found a way to keep somehow
more than a broken vow
                                                                                                                                             
Lagu ini selalu bisa membuatku menangis. Saat aku menyanyikannya sendiri (walau dengan suara semerdu kaleng rusak..hehe), atau mendengarkan lagu ini, serasa ada yang menusuk-nusuk hati, perih. Namun terasa indah. Entah apa yang membuatku sedemikian melankolis dengan lagu ini. Bisa karena suara Josh yang memang joss, atau juga mungkin karena liriknya yang memang membuat sedih. Lagian Saat Josh Groban menyanyi, bayanganku selalu Masumi Hiyami. Tokoh komik Topeng Kaca, Bidadari Merah,  kesukaanku.

Lagu-lagu Josh memang selalu nyaman ditelinga, terutama lagu-lagu dalam album Closer-nya. Tak ada satu lagupun didalam album ini yang aku tidak suka. Bahkan lagu dengan bahasa Spanyol yang aku tak tahu artinyapun aku suka. Di dorong penasaran, akhirnya minta tolong pak google untuk menterjemahkannya.

Como sobrevivir
Como calmar mi sed
Como seguir sin ti
Como saltar sin red

Con ese adios tan salvaje y cruel
Me desojaste la piel
La eternidad en final se quedo
Y un desierto es mi corazon

Ay si volvieras a mi
Encenderia el sol mil primaveras
Si regresaras por mi
Seria un milagro cada beso que me dieras
Pero hoy te vas
Y no hay vuelta atraz

Que habra despues de ti?
Mas que estas lagrimas
Si hasta la lluvia en el jardin
Toca musica sin fin
Sombria y tragica

Hoy de rodillas le pido a Dios
Que por el bien de los dos
Algo en tu pecho se quiebre al oir a
Este loco que se muere de amor

Ay si volvieras a mi
Encenderia el sol mil primaveras
Si regresaras por mi
Seria un milagro cada vez que me vieras
Pero hoy te vas
Y no hay vuelta atraz

Y desataste un huracan
Fuego y furia de un volcan
Que no se apagar
Como olvido que fui
Esclavo de ti
Ya no puedo mas

Ay si volvieras mi vida ay si volvieras
Si regresaras por mi seria feliz otra vez
Pero hoy te vas
Y no hay vuelta atraz

yang kira-kira, kata mbah google, terjemahannya begini...

Si Volvieras A Mi (dalam bahasa Indonesia "Jika Anda Kembali ke Saya")

Bagaimana untuk bertahan hidup?dan memuaskan dahaga saya?
dan pergi tanpa Anda? seperti melompat tanpa jaring
Dengan perpisahan yang begitu biadab dan kejam, menggundulkan kulitku (haha..gak ngeh deh)
keabadian pada akhirnya ditinggalkan dan gurun adalah ... hati saya ...

jika Anda kembali ke saya, matahari akan cahaya seribu mata air
jika Anda datang kembali untuk saya
akan menjadi keajaiban setiap ciuman Anda memberi saya (mungkin maksudnya, ciuman yang kau berikan :D)

tapi hari ini Anda akan dan tidak ada jalan untuk kembali.
Bahwa akan ada setelah Anda?
Namun air mata ini.
Jika bahkan hujan di taman memainkan musik tanpa henti
suram...dan tragis...

Hari ini saya berlutut meminta kepada Tuhan
demi dua (weh, ini aku tak paham maksudnya. Maklumlah, sama sekali tak bisa bahasa Spanyol :D..)
sesuatu di dada Anda adalah melanggar mendengar
ini gila, yang sekarat karena cinta

dan melepaskan badai, (bagai)kebakaran dan kemarahan gunung berapi
Tidak bisa mematikan...dan melupakan bahwa saya..
budak bibi aku bisa tidak lebih ... (sumpah, aku gak paham maksud kalimat ini :-D)


jika Anda kembali ke hidup saya, jika kita
Jika Anda datang kembali untuk saya, akan bahgia
tapi hari ini Anda akan, dan tidak ada jalan untuk kembali.


Hmm..bingung juga paman google rupanya, aku malah tambah mumet. Apapun, lagu ini hebat, semua lagu-lagu dalam album ini jaminan mutu, dahsyat. Penasaran? Belilah CD-nya, yang asli, jangan bajakan :p Dijamin Puas :-)






Aku (Perempuan)

Perempuan...berapa banyak beban harus kau emban...Saat terpurukpun kau masih dibebankan kesalahan. Saat kau menangis sedih kau disalahkan atas air mata yang kau tumpahkan. Saat kau terbahak kegirangan kau di cemooh, tak tau kesopanan, karena perempuan tak layak membuka mulutnya saat tertawa, karena perempuan haruslah lembut dan hanya boleh tersenyum atau tertawa kecil saat ia kegirangan. Bahwa tatanan sosialpun membatasi perempuan mengekspresikan kegembiraan hatinya. Saat kau tak punya daya mempertahankan dirimu, kau disalahkan atas kelemahan raga dan hatimu.

Dan kau tahu bahwa saat kau minta raga yang kuat kau dicemooh dengan menyalahi kodratmu sebagai perempuan yang harus dilindungi, perempuan yang lemah. Betapa repotnya dirimu, kau terjepit keadaan yang memposisikanmu sudah terjepit.

Perempuan...berapa banyak lagi hal yang harus kau selesaikan....Saat kau kecil kau diajarkan tentang dapur, belanja, merawat, membersihkan, nerimo, mengalah dan tak sekalipun kau diajarkan bagaimana kau harus berteriak, tak diajarkan kepadamu bagaimana kau harus mempertahankan dirimu, tak diajarkan kepadamu tentang perlawanan.

Namun setelah kau dewasa kau dihadapkan bahwa dunia tak ramah padamu, kau harus bisa bertahan dan juga melawan. Bahwa kau harus bisa bersaing, namun kau juga harus tetap memelihara, kau harus tetap belanja, kau harus tetap di dapur untuk menjaga keseimbangan tatanan sosial. Kau dipaksa untuk berteriak tetapi jangan terlalu keras, sekedar menunjukkan bahwa kamu ada. Kau diharuskan berprestasi tetapi kau tak boleh unggul, kau diharuskan belajar tetapi kau tak diijinkan terlalu banyak tahu, kau tak diperbolehkan terlalu memahami sesuatu.

Perempuan....banyak yang mengagungkan dirimu, dan memang begitulah dirimu saat kau menjadi ibu. Keagungan dan keanggunan kau miliki tanpa harus kau berbuat sesuatu. Tak seharusnya kau tolak ini. Inilah takdirmu, saat Allah yang Kuasa memberimu rahim dan payudara. Kaulah penyambung kehidupan. Kau tak boleh lari dari ini, inilah kemuliaanmu. Tak ada satu pembenarpun yang termaafkan saat kau tolak dirimu untuk memberi kehidupan. Keagunganmu tak akan kau dapatkan saat kau acuhkan kodratmu atas dasar apapun.

Namun wahai perempuan, jika karena suatu hal dan sebab kau tak mampu memberi nadi kehidupan, ketika kau tak bisa merasakan detak lembut yang tersenanyam melibat seluruh tubuhmu, bukan berarti kau tak sempurna. Kau sempurna dengan segala yang kau miliki, kau tetap agung dan anggun dengan segala budi dan kasihmu, walau terkadang kau dianggap tak lengkap, namun janganlah kau sesali dirimu karena penyambung kehidupan tak hanya melalui rahim dan payudara. Kau terkadang terjepit dengan takdir, tetapi jangan pernah kau menjepitkan dirimu di sana. Takdir apapun tak bisa kita tolak dan kita minta, namun kelengkapanmu bukan hanya kemampuan mengandung. Tegarkan dirimu, lawan cemooh yang menghampirimu, karena memang begitulah perempuan diposisikan, rapuh dan mudah terpatahkan.


Perempuan...betapa tersekat dan terbatasnya pilihan atas dirimu, pikiranmu, dan tubuhmu. Kau pilih membungkus tubuhmu dengan kain panjang dunia mengolokmu seolah kau tak bisa leluasa dan tak kuasa atas tubuhmu sendiri. Ketika kau pilih mengikuti perjalanan mode yang demikian cepatnya kau tercibir sebagai korban mode, ketika kau pilih model simple kau tersudut dengan sebutan ‘perempuan penggoda’, mengumbar aurat, tak bisa menghormati diri, dan masih banyak lagi sebutan menyudutkanmu.

Pilihan, rupanya masih merupakan kata ajaib dan langka yang sulit kau jangkau, bahkan untuk persoalan yang sangat personal sekalipun. Menikah adalah kodrat sosial lain bagimu, walau ini berlaku umum, namun ketika itu menimpamu, akan lebih banyak prasangka bahkan cemoohan untukmu, saat kau pilih untuk membujang banyak yang mencibirmu sebagai melawan kodrat. Kemudian saat kau memilih menikah dan mengurus keluargamu kau terpinggirkan dan tak dipandang berkarya. Demikian juga saat pernikahan itu harus berakhir, dosa terberatpun ditimpakan kepadamu. Tak perduli karena sebab apa, apakah karena pasanganmu meninggal, apakah karena pasanganmu memilih pasangan lain dan meninggalkanmu, ataukah karena pasanganmu menginginkan poligami dan kau menolaknya, ataukah karena pasanganmu selalu menggunakan tangan dan kekuatannya untuk mengendalikan dan berkomunikasi denganmu. Status barumu akan semakin membelenggumu, bergerak sedikit kau akan tergencet, sedikit berontak membuatmu terkotak. Seolah semua keadaan salah bagimu dan ironisnya karena dirimulah semua jadi salah. Inilah sesungguhnya bahwa pilihan itu tak pernah menjadi sesuatu yang mengiringimu perempuan.

Perempuan...Begitulah dinamika yang kau hadapi, berliku dan menjepit dirimu, memojokkanmu, menggusurmu, memuliakanmu, memujamu tetapi juga menghujammu. Tema tentang dirimu tak akan pernah habis terbicarakan. Pilihan yang tak pernah mengiringimu seolah menjadi pemacumu untuk bertahan, menggemakan kau ada. Geliat gerakanmu mengisyaratkan kegerahanmu atas ketidakadilan yang ditimpakan kepadamu. Keinginanmu dilihat sebagai person yang dinamis, berkehendak, berpilihan, berkuasa atasmu sendiri dipandang sebagai melawan kodrat dan ‘tak umum’. Kelogisanmu kemudian dilihat sebagai kehilangan naluri keperempuanan. Kecerdikanmu dipandang sebagai kekurangajaran, polahmu dan perlawananmu. Sungguh banyak yang harus kau lakukan, banyak yang harus dibangun ulang untuk sekedar menempatkanmu pada posisi bersanding.

Perempuan...kau dan sekitarmu menyadari kamulah salah satu ciptaan sempurna nan indah. Walau kau dibungkam dan terpenjara kau tetap bersinar dengan segala kerlip yang kau punya. Namun karena kau tak dikehendaki berkuasa atas apapun kaupun terlarang menampilkan dan menampakkan kenikmatan yang harusnya berhak kau rasakan. Kau di belenggu dan ditiadakan. Karena itulah kau di labeli dengan ‘penggoda’ sehingga sangatlah wajar jika kemudian segala yang kau kenakan dan kau lakukan dipandang sebagai usahamu ‘menggoda’. Dan pahamilah wahai perempuan... jika kemudian semua kebijakan yang lahir justru semakin mengecilkan dan menjeratmu dalam lingkar yang tak berujung. Persoalan tak akan selesai dengan mengecilkanmu tetapi justru kau dihadapkan dengan peliknya persoalan baru.Bahkan negarapun tak melihat kau dengan segala keunikanmu, tak melihatmu sebagai ‘yang sama dan yang berbeda’. Tengoklah tentang Keluarga Berencana. Bungkus yang digunakan adalah memuliakanmu, memberimu atas kesejahteraan. Namun sesungguhnya kebijakan ini justru tak memandangmu sebagai individu utuh. Tak dilihat bagaimana kau perempuan mempunyai keunikan dengan berbagai seliweran hormon yang ada ditubuhmu dan justru dengan KB yang methodenya banyak menggunakan hormonal itu akan mengacaukannya dan kamu perempuan, akan mengahadapi libasan masalah kesehatan yang tiada berujung. Kaulah yang dikendalikan dan kau tak berhak dan tak berkuasa atas dirimu. Karena kekuasaan adalah ‘laki-laki’ maka yang dikendalikan haruslah yang bukan ‘laki-laki. Kau memang berhak memutuskan akan seperti apa kau menjalani hidupmu, namun sesungguhnya kau tak berhak atas apapun bahkan atas tubuhmu sendiri. Dan bahkan hak reproduksipun tak bisa terjamin oleh negara untukmu.

Perempuan....begitu banyak rintangan harus kau hadapi. Saat kau kecil kau terpinggirkan dalam pengasuhan ibu dan bapakmu sendiri. Kau di anggap sebagai pelengkap dan tak dianggap sebagai generasi penerus, walau dari tubuhmu akan lahir tunas-tunas generasi baru. Kau terabaikan karena jenis kelaminmu. Bagaimana kau dikotakkan dalam ranah bukan pemimpin, dan bukan utama. Pengutamaan akan didapatkan saudara laki-lakimu.Saat kau dewasa, kau terpinggirkan oleh pemilik modal. Kau akan menempati ruang kerja yang bertipikal perempuan, dimana pekerjaan itu tidak membutuhkan tingkat keahlian dan pendidikan yang tinggi, tetapi lebih kepada ketelitian dan menjadi bisa karena terbiasa. Dan karena itu pula kau di gaji sangat sedikit oleh pemilik modal. Jika ada perempuan yang memasuki ruang kerja yang ‘biasa’ dipegang laki-laki, dia akan lebih keras berusaha daripada laki-laki. Bahkan terkadang untuk jenis pekerjaan tertentu kau terpinggir karena berjenis kelamin perempuan. Walau sekarang dunia pekerjaan sudah mulai terbuka untukmu, lebih memberi ruang untukmu namun kau masih sering mengalami hal buruk. Hak yang harusnya kau dapatkan tak jarang diabaikan. Tak jarang dengan beban pekerjaan yang sama, kau mendapatkan upah yang lebih kecil dibanding laki-laki. Keistimewaan yang menyertaimu karena kau bawa siklus kehidupan, karena itulah sudah menjadi keharusan kau mendapatkan hak yang berbeda dari laki-laki yang notabene tidak pernah mengalami haid, mengandung dan melahirkan. Namun yang sering terjadi keistimewaanmu ini dianggap menggangu produktifitas kerja dan tak jarang kalian justru sering kehilangan pekerjaan ketika kau sedang menghadapi masa itu. Alih-alih mendapatkan hak cuti haid dan melahirkan yang kau terima malah pemecatan. Walau dunia telah berteriak tentang kesetaraan, namun peminggiran terhadapmu masihlah berlaku, pengklusteran sebagai warga kelas dua tetap menjadi bagianmu.

Selamat Hari Perempuan...

foto: kompasiana.com/menggelinjang
Keindahan bisa dilihat dari berbagai macam hal. Pepohonan yang rindang akan terasa indah ketika kita dapat meleburkan kedalam penciptaanNya. Begitu juga tubuh manusia. Baik tubuh laki-laki maupun tubuh perempuan diciptakan dengan penuh keindahan. Lekuk tubuh yang sangat personal menjadikan manusia berbeda dari satu dengan lainnya dan hal ini akan membawa keindahan tersendiri. Persoalan justru muncul karena adanya steriotype tentang perempuan sebagai obyek seks

Segala yang melekat dalam tubuh perempuan dapat membangkitkan gairah seksual, begitu kalimat yang sering aku dengar. Ketika perempuan mimilih atau lebih nyaman menggunakan pakaian yang melekat di tubuh (press body) akan dinilai sebagai ‘mengundang’. Bahkan jika perempuan memilih untuk berpakaian yang menutup seluruh tubuhnyapun tak jarang menjadi korban pelecehan seksual atau bahkan korban perkosaan. Sebenarnya mode pakaian yang melekat tubuh tidak hanya dikhususkan untuk perempuan, lelakipun juga memiliki mode baju yang seperti itu. Namun ketika laki-laki memilih menggunakan pakaian yang bermode demikian dia tidak akan mendapat cap ‘mengundang’ karena memang steriotype sebagai ‘penggoda’ hanya melekat pada perempuan sehingga tak heran jika kemudian cap sebagai obyek seks juga melekat pada perempuan.

Hak setiap individu untuk memilih baju model apa yang ia kenakan dan nyaman untuknya, namun dalam hal ini kapitalis memanfaatkan ruang yang kosong dalam pemikiran tersebut. Mereka menyebarkan dan menumbuhkembangkan pemikiran sosok ideal, bahwa seseorang (terutama perempuan) akan terlihat seksi jika ia menggunakan pakaian yang mereka gambarkan, sehingga kemudian kecantikan seseorang, keseksian seseorang, kebaikan seseorang semata-mata karena apa yang melekat pada tubuh mereka dan apa yang ia kenakan.
Budaya materialistis yang sangat kental berpadu dengan kapitalis semakin membuat perempuan terpojok dengan pilihan atau keterpaksaannya. Tentu saja, karena dalam hal ini keseksian itu ditampilkan dengan keindahan bentuk tubuh. Tetapi sekali lagi, seharusnya pilihan mode disini tidak kemudian menjadikan seseorang tersebut menjadi seperti apa yang dipikirkan seorang yang lain, termasuk untuk menarik perhatian lawan jenisnya. 

Jikalah memang ada usaha untuk menarik perhatian lawan jenisnya, bukankah hal tersebut merupakan hal yang sangat wajar dan manusiawi, ketika seseorang ingin terlihat menarik bagi orang lain dan bagi dirinya sendiri. Namun sekali lagi ketertarikan itu tak selamanya harus berarti ketertarikan seksual. Artinya, hal ini tidak bisa menjadi pembenar jika alasan pilihan model pakaian membuatnya menjadi korban perkosaan.

Persoalan baru akan muncul ketika pandangan itu mengarah sebagai pensubordinatkan seseorang atas individu yang lain dimana pihak sub ordinat lebih banyak di timpakan kepada perempuan. Perempuan ditempatkan pada posisi lebih rendah dari laki-laki, yang kemudian berimplikasi tidak adanya penghargaan terhadap perempuan. Perempuan tidak pernah dilihat sebagai individu yang mempunyai intelektualitas yang tinggi. Dan karena itu pulalah perempuan tidak pernah diperhatikan melalui kecerdasan, karya yang dihasilkan dan pemikiran-pemikirannya. Yang lebih diperhatikan adalah apa yang dikenakan perempuan, apa yang melekat dibadannya, dan bagaimana perempuan itu tampil.

Perempuan akan lebih sering dilihat dari segi fisik. Bahkan ketika seragam kantor yang mereka kenakan ‘mengharuskan’ mereka untuk memperlihatkan keindahan tubuh, hal inipun menimbulkan pemikiran adanya eksploitasi, padahal tidak jarang perempuan memang lebih nyaman menggunakan pakaian pendek misalnya. Ketika perempuan memilih untuk memakai pakaian pendek tidak berarti ia mengundang lawan jenisnya untuk ‘menikmati’ tubuhnya.

Model pakaian hanya pilihan, alasan apapun yang mendasari seseorang menentukan pilihan model pakaian bukan berarti dengan sendirinya ia memposisikan dirinya seperti yang ia pakai. Biarlah alasan pemilihan model pakaian itu semata-mata milik pribadi masing-masing. Walaupun memang pilihan itu tidak pernah bebas. Penilaian seseorang tidak bisa berhenti dan sebatas pada apa yang ia kenakan.

Dalam hal inipun lelaki juga menjadi korban, ketika ia memilih untuk memakai pakaian yang melekat tubuh, memakai wewangian dan berkulit halus, ia akan mendapat cap ‘keperempuan-perempuanan’ sebelum akhirnya kapitalis menhembuskan istilah metroseksual yang lebih mendukung kaum laki-laki untuk mempercantik diri dengan kerapian dan kewangian yang selama ini identik dengan perempuan. Seharusnya hal ini tidak perlu menjadi perdebatan yang panjang, baik laki-laki maupun perempuan sama-sama memiliki kebutuhan ingin tampil rapi, ingin tampil wangi, ingin bersih, terlihat tampan, terlihat cantik, dan hanya itu, tanpa ada embel-embel sebagai daya tarik seksual.

Norma dalam sebuah masyarakat yang patriarkhis sangat merugikan perempuan, penempatan perempuan dalam wilayah yang lebih rendah dengan berbagai stereotype yang menyudutkan perempuan tentu saja harus dibangun ulang dengan yang lebih egaliter, menempatkan perempuan dan laki-laki sebagai bagian dari masyarakat yang seimbang. Pilihan-pilihan atas tubuh mereka, pilihan-pilihan atas pemikiran mereka semata-mata sebagai makhluk sosial yang berdinamika dan tidak bisa dikotak-kotak ataupun digeneralisasi. Penghargaan yang lebih seimbang akan dapat terbangun ketika penempatan perempuan dan laki-laki dalam tempat dan kedudukan yang seimbang. Ketika norma masyarakat masih memandang salah satu lebih rendah atau lebih tinggi maka tidak akan didapat penghargaan yang seimbang dan obyektif.

Ketika terjadi perkosaan misalnya, korban yang dalam hal ini perempuan sering mengalami multiple Victim. Korban akan mengalami trauma atas kekerasan seksual yang tak akan bisa terhapus dalam jangka waktu yang lama, belum lagi ia sering mengalami penistaan dari masyarakat yang menyudutkan posisinya juga beban moral yang ia bawa seumur hidupnya, bebannya akan semakin bertambah jika perkosaan itu mengakibatkan korban hamil. Sangat jarang kemudian ketika terjadi perkosaan terjadi, timbul empati dari masyarakat yang justru sering terjadi adalah penghakiman dari masyarakat yang menyalahkan pihak perempuan.

Sesungguhnya untuk masalah perkosaan seharusnyalah ada satu kesatuan pandangan dan pendapat tak ada tempat dan kesempatan kedua untuk pelaku, apapun latar belakang korban dan latar belakang kejadiannya. Dalam hal ini seharusnyalah perempuan bersatu untuk tidak menghakimi korban yang dalam hal ini lebih sering terjadi kepada perempuan. Bahwa tidak ada seorang perempuanpun yang menginginkan dirinya diperkosa apapun pilihan model bajunya baik oleh orang asing ataupun oleh orang terdekatnya baik pacar ataupun keluarga yang seharusnya merupakan orang teraman untuknya

Perkosaan bisa terjadi pada siapa saja, baik perempuan dewasa, perempuan balita, perempuan bersuami, perempuan single, perempuan berjilbab, perempuan berbaju mini, perempuan pekerja, perempuan pelajar, perempuan muda sampai perempuan yang telah bercucu, serta perempuan-perempuan lainnya. Jadi sesungguhnya, tidak ada yang salah dengan pilihan model baju apa yang akan dikenakan perempuan, yang seharusnya direkonstruksi ulang adalah paradigma dan cara berpikir.

Konstruksi kesadaran gender sangat mendesak dan menjadi kebutuhan untuk lebih menyetarakan posisi perempuan dan laki-laki yang seimbang serta menghilangkan steriotype yang merugikan salah satu pihak baik laki-laki ataupun perempuan, karena sesungguhnya steriotype itu tidak hanya pada perempuan. Taktik untuk memberi kesadaran kepada perempuan terlebih dahulu juga terasa kurang tastis dan terkesan mengkotakkan gerakan, karena gerakan perempuan kemudian cenderung dipandang sebagai gerakan yang elitis.

Mungkin dengan merangkul laki-laki dan merubah strategi yang lebih memahami budaya akan lebih mudah bagi perempuan untuk memperoleh hak sebagaimana laki-laki. Sehingga di kemudian hari tidak ada lagi prasangka. Ketika seseorang individu memperoleh kesuksesan tidak akan dilihat sebagai berjenis kelamin apa dia tetapi lebih kepada prestasi apa yang telah ia perbuat, ketika terjadi perkosaan tidak kemudian melihat baju apa yang dipakai korban, situasi seperti apa yang dialami korban, korban berlatar belakang apa tetapi akan lebih kepada melihat bahwa kasus tersebut adalah salah satu dari kejahatan kemanusiaan. Dengan kata lain diharapkan kesadaran gender akan lebih memberi ruang yang arif dalam melihat dan mencari pemecahan terhadap persoalan-persoalan sosial.

Minggu, 19 Desember 2010

Stop menjadi Bangsa kuli, saatnya menjadi Bangsa yang mandiri!

Ekonomi kerakyatan yang menjadi landasan perekonomian, telah teringkarkan dalam prakteknya. Negara melalui kebijakan-kebijakannya justru semakin menumbuhkembangkan usaha-usaha waralaba franchise ataupun ritel-ritel asing yang bermodal besar. selayaknya carrefour, indomaret, alfamart dan sebagainya, bahkan untuk dua nama terakhir penyebarannya samapi kepelosok-pelosok pedesaan.Keberadaan ritel-ritel bermodal besar ini kurang lebih menjadi penyebab utama keterbelakangan, kemiskinan, represi terhadap hak-hak rakyat miskin yang rata-rata memiliki modal yang kecil, dan kerusakan lingkungan adalah akibat dominasi dari sistem produksi sosial kapitalisme yang kini berwujud kapitalisme-neoliberal.

Bisnis waralaba ritel modern seperti Indomaret dan Alfamart terus tumbuh menumbangkan ritel-ritel tradisional yang bermodal kecil. Tak hanya di kota, ritel modern juga telah mengepung pedesaan. Hampir semua kecamatan dan pelosok desa, terutama lokasi padat penduduk ada usaha franchise tersebut. Lokasi ritel modern itu rata-rata berdekatan. Tak jarang letaknya juga berdekatan dengan warung tradisional. Keadaan ini tentu tidak menguntungkan untuk ritel tradisional. Lantaran merasa tidak mampu bersaing dengan franchise ritel modern tersebut, pindah lokasi usaha merupakan pilihan yang sulit yang harus diambil jika tidak mau bangkrut dalam sekejab, sehingga dapat mematikan perekonomian suatu regional.

Bagaimanapun konsumen akan memiliki kecenderungan lebih memilih di indomaret/alfamart dan supermarket/hypermarket besar karena tampilan yang mereka tampilkan adalah bersih, serba nyaman, banyak yang lebih murah, dan tersedianya berbagai macam kebutuhan. Lain dengan ritel tradisional maupun pasar tradisional, biasanya tidak nyaman dan tidak lengkap.

Matinya ritel tradisional atau pasar-pasar tradisional akan membuat perputaran uang di kalangan bawah menurun drastis,yang berarti meningkatkan angka kemiskinan. Selama ini kemiskinan tidak pernah berdiri sendiri, menigkatnya angka kemiskinan berarti pula meningkatnya angka kriminalitas, melahirkan ketergantungan yang tinggi, dan memunculkan persoalan-persoalan baru baik dalam pendidikan, kesehatan maupun kebutuhan sosial.


 Negara melalui kebijakan-kebijakannya seharusnya memberi batasan-batasan atau proteksi terhadap perkembangan ritel-ritel dengan modal besar tersebut, dengan lebih memberi ruang yang lebih terhadap pertumbuhan ritel tradisional. Menurut data Asosiasi Pemerintah Provinsi Seluruh Indonesia (APPSI) memperlihatkan sejak 1990 penurunan pengunjung ke pasar tradisional mencapai 50 persen, akibat meningkatnya pasar modern yang memberikan kenyamanan dan beragam potongan harga. Sedangkan menurut sejumlah Kepala Unit Pasar Tradisional (UPT)terjadi penurunan 30 persen pembeli di pasar. Padahal, pasar telah mengalami peningkatan kualitas fisik. Indonesia memiliki 13.500 pasar tradisional. Data AC Nielsen menunjukkan pasar tradisional turun 8,1 persen, karena terdesak pasar modern yang tumbuh hingga 31,4 persen.

Ruh ekonomi kerakyatan harus segera dikembalikan kefitrahnya. Koperasi, merupakan satu-satunya senjata yang cukup bisa diandalkan untuk membendung luapan luberan modal-modal besar dalam bentuk ritel-ritel modern. Umumnya koperasi dikendalikan secara bersama oleh seluruh anggotanya, di mana setiap anggota memiliki hak suara yang sama dalam setiap keputusan yang diambil koperasi. Pembagian keuntungan koperasi (biasa disebut Sisa Hasil Usaha atau SHU biasanya dihitung berdasarkan andil anggota tersebut dalam koperasi, misalnya dengan melakukan pembagian dividen berdasarkan besar pembelian atau penjualan yang dilakukan oleh anggota.Hanya dengan menghancurkan kapitalisme, barulah kita bisa mengatasi keterbelakangan, kemiskinan, dan represi terhadap rakyat pekerja. Karena itu rakyat pekerja harus mampu membangun kekuatannya sendiri secara independen baik dalam hal organisasi, politik, dan ideologinya, dan memalului koperasilah salah satu cara untuk melakukan perlawanan terhadap mengguritanya perkembangan kapitalisme-neoliberalisme.

Begitulah, kami, sekelompok kecil para korban pelanggaran HAM yang berada di Jawa Timur, yang tergabung dalam IKOHI menyusun perlawanan dengan melakukan pemberdayaan ekonomi diantara para korban. Tuntutan utama tentang terselesaikannya kasus-kasus pelanggaran HAM adalah hal utama, sedangkan pemberdayaan ekonomi ini merupakan jalan lain untuk tetap menjaga keyakinan perjuangan. Dalam kegiatan pemberdayaan ini  IKOHI menyepakati tentang pendirian Koperasi. Sudah saatnya bangsa ini menjadi bangsa mandiri. Mengelola ekonomi sendiri. Menjadi pemilik atas apa yang ada dimuka bumi, atas lautan, atas udara, juga atas apa yang berada di dalam dasar bumi tempat kita hidup.

Sabtu, 18 Desember 2010

Kedamaian Sabang



Saat aku berkesempatan ke Aceh, keinginan terbesarku adalah Sabang. Sebenarnya tak banyak yang aku tahu tentang Sabang, saat itu hanya tugu nol kilometer saja tujuanku. Namun ternyata, keindahan alam Sabang, serta merta memikatku. Hawa dingin sejuknya tak kalah dengan dinginnya kota Malang, sangat kontras dengan gersang dan panasnya Aceh.

Mungkin juga ini salah satu pengaruh bencana Tsunami, maklum, aku berkunjung ke Aceh tak lama berselang dari bencana tsunami. Jika di Aceh, banyak sekali lahan-lahan kosong tak berisi, walaupun dahulunya tempat itu adalah pemukiman padat penduduk, sehingga panas terasa menyengat. Juga suasananya terasa mencekam, mungkin ini hanya perasaanku saja, karena pengaruh bayangan kejadian bencana. Sebenarnya Sabangpun terkena badai tsunami tersebut, namun tak samapai separah Aceh, juga tak banyak pohon-pohon rusak karenanya, mungkin hanya sekitar pelabuhan saja yang terlihat masih tak tertata, dan beberapa pohon yang tercerai.


Sabang adalah sebuah kota yang terletak di pulau yang bernama Pulau Weh, Pulau ini sedikit terpisah dari Banda Aceh. Pulau ini terletak di sebelah utara kota Banda Aceh dengan jarak lebih kurang 18 mil dan dapat ditempuh selama 2 jam dengan kapal Ferry dan 45 menit dengan kapal cepat. Di kawasan ini juga banyak terdapat pulau-pulau kecil lainnya seperti pulau Rubiah, pulau breeh, dll. Sabang banyak mempunyai obyek wisata yang dapat dikunjungi dan sudah terkenal ke manca negara. Jika menuju ke arah barat, sampai di ujung barat terdapat sebuah monumen/tugu, Tugu Kilometer Nol, yaitu tugu dimana titik awal perhitungan luas Indonesia dari Sabang Sampai Meuroke. Nah tugu inilah yang menjadi minat pertamaku.

Untuk mencapai tugu ini dapat menempuh perjalanan darat dengan mobil, kira-kira jauhnya 15 km. Biaya yang harus dikeluarkan/ongkos adalah Rp 50.000,- per orang dari pusat kota. Namun kebetulan, karena waktu itu aku datang kesana sebagai tamu, aku tak dipusingkan oleh akomodasi dan tetek bengeknya.

Begitulah, aku akhirnya berangkat ke Sabang. Karena bangun agak kesiangan aku sempat terpisah dari rombongan. Sempat bingung mau naik apa menuju pelabuhan Ulee Lheue, namun setelah bertanya kesana kemari aku putuskan naik becak bermotor. Karena memang jarak antara Banda Aceh menuju Pelabuhan Ulee Lheue tak seberapa jauh, hanya sekitar 5 km saja.

Pelabuhan Ulee Lheue yang lengang.

Pelabuhan tampak lengang, tak seperti pelabuhan Gilimanuk atau Perak yang tak pernah sepi pengunjung. Mungkin ini juga pengaruh tsunami kemarin, karena semua bangunan di pelabuhan Ulee Lheue porak poranda tak tersisa. Bahkan, aktivitas di pelabuhan tersebut sempat terhenti, dan jalur pelabuhan Aceh-Sabangpun dialihkan ke Pelabuhan Malahayati yang berlokasi di Krueng Raya, Kabupaten Aceh Besar.

Saat itu, hanya ada 2 bangunan yang masih kelihatan baru yang ada di pelabuhan tersebut. Satu bangunan besar difungsikan sebagai ruang tunggu. Bangunan ini cukup luas dan bersih. Di dalamnya terdapat sebuah warung kecil yang pemiliknya sangat ramah.

Aku bahkan sempat nitip untuk mengisi ulang baterai HP yang sudah hamper habis. Dan bangunan yang satunya, agak terpisah, terdiri dari 2 ruang, difungsikan sebagai kantor dan tempat penjualan tiket. Penjual tiketnya cukup ramah, ia menjelaskan kepadaku jadwal dan tarif kapal menuju Sabang setelah kujelaskan bahwa aku bukan orang Aceh, semula ia mengira aku orang asli Aceh.
Kapal lambat/ekonomi yang aku naiki menuju Pelabuhan Balohan


Ada dua jenis kapal, kapal cepat dan biasa. Untuk kapal cepat Ulee Lheue-Balohan dapat ditempuh hanya dengan 45 menit, sedangkan yang biasa memakan waktu 1,5 jam. Untuk kapal cepat hanya terjadwal dua kali, jam 09.00 dan jam 16.00. Saat itu jam 13.00an. Aku tak mau terlalu lama menunggu, akhirnya aku naik kapal ekonomi yang berangkat 30 menit berikutnya. Aku membeli jenis tiket utama pada kapal jenis ekonomi ini. Tarifnya waktu itu Rp 40.000. 

Salah satu jenis kapal cepat yang masih ngetem menunggu jadwal berangkat.
Aku menempati ruang paling atas, ruangannya lumayan luas dan nyaman. Ada sebuah televisi dan sebuah kamar mandi yang walau sangat kecil tetapi lumayan bersih. Dari ruangan ini, dengan hanya duduk aku bisa leluasa melihat lautan nan biru. Ah, siapa bilang naik kapal ekonomi itu tidak nyaman :-D

Pelabuhan Balohan.

Pelabuhan Balohan tlah didepan mata. Walau luasnya tak beda jauh dengan pelabuhan Ulee Lheue namun suasana lebih ramai dan lebih mirip dengan yang disebut pelabuhan disini :p Namun konon katanya, dahulu Sabang menjadi salah satu kota pelabuhan penting, bahkan lebih penting daripada Singapura (Temasek). Sejak tahun 1895, Pelabuhan bebas Sabang telah berjalan.

Presiden Abdurrahman Wahid di awal tahun 2000 juga menegaskan Sabang sebagai pelabuhan bebas dan kawasan perdagangan bebas. Barang-barang yang diimpor lewat Sabang bebas pajak. Salah satu imbas dari Sabang sebagai pelabuhan bebas  adalah bebasnya mobil-mobil luar negeri beredar di kepulauan ini. Jadi jangan heran jika melihat mobil-mobil mewah mulai dari jaguar, ferari, BMW atau Ford beredar di kepulauan ini. Maka lumrah sepanjang perjalanan menuju tempat aku menginap selalu berpapasan dengan mobil-mobil mewah tersebut.


Begitu turun, tak sulit menemukan penjemputku. Pengundangku sangat detail memberikan ciri-ciri penjemput dan tempat yang mesti aku tuju begitu aku turun dari kapal. Dan rupanya penjemputkupun diberi hal serupa olehnya. Aih, menyenangkan ;)

Cukup dengan 15 menit aku telah sampai ditempat aku menginap. Sebuah guest house yang telah disediakan untukku dan teman-teman. Guest house ini terlihat asri, bangunannya tak terlalu besar dan masih banyak tanaman di halamannya. Aduh, sayang aku lupa namanya, namun seingatku letaknya tak jauh dari bangunan pemkot kota Sabang. 

Sabang memang tak bisa dibilang luas, suasananya juga tenang, pepohonan yang menghijau di sepanjang perjalanan menampilkan kesejukan. Walau banyak berjejer pos-pos militer, namun keindahan alam Sabang tak bisa disembunyikan oleh ketegangan yang ditampilkan. Begitulah, aku sudah terpikat dengan kota ini, begitu sekeluar dari pelabuhan Balohan. 

Tak menunggu lama, begitu sampai di tempat aku menginap, aku cukup membasuh muka dan menaruh tas ranselku, aku langsung meminta untuk diantar berkeliling. Walau hanya berkeliling kota saja, cukup menyegarkan. Tak ada macet, rumah penduduk juga tak berjejal dan selalu ada pohon besar, mengingatkanku akan kampungku di belahan pedesaan Blitar. Senja itu, aku tutup dengan ngopi di Sabang Fair yang langsung menghadap lautan lepas. Letaknya memanjang di pusat kota, berjejer memanjang sepanjang pantai. Warung kopi ini hanya berjarak beberapa meter dari bibir pantai lautan lepas. Inilah istimewanya, tak seberapa jauh dari tempat ngopi, tertambat perahu nelayan yang lelah berlayar, tempatnya juga bersih, nyamanlah pokoknya. 

Sabang Fair pada sore menjelang mahrib dari tempat warung kopi.
Malamnya aku tak bisa berkeliling. Di Sabang masih ketat dengan aturan-aturan. Seperti jauh di sudut Piddie, di Sabang juga berlaku jam malam untuk perempuan. Penginapan/hotel pun menerapkan aturan yang ketat, seperti juga halnya di Aceh. Jadi jika anda lupa membawa surat nikah anda, walau anda adalah suami-istri jangan harap anda bisa satu kamar :) Selain hal tersebut diatas, malam itu asmaku kambuh, alhasil, aku hanya berdiam di kamar, istirahat :(

Esoknya, Iboih tujuan kami. Lokasinya tersembunyi di balik bukit, hutan tropis lebat, dan rumah-rumah panggung di tebing-tebing karang. Pantainya yang putih bersih dan berpasir lembut, cuma sekitar 150 meter saja panjangnya. Rumah-rumah panggung ini milik penduduk lokal yang menyewakannya buat turis, khususnya backpackers. 


Bungalow sederhana, kamar mandi luar, dipatok antara Rp.50.000,- hingga Rp.75.000,- . Sementara kamar dengan kamar mandi dalam sekitar Rp.150.000,-. soal pemandangan di pantai Iboih jangan ditanya….ciamik abis….bak surga tersembunyi. Namun sayang, aku tak sempat berkunjung ke Pulau Rubiah, yang berada tepat di sebrang Iboih.

Pemandangan di pantai Iboih jangan ditanya….ciamik abis.

Sayangnya, kami tak bisa berlama-lama di Iboih, karena ada km 0 yang mesti kami kunjungi. Yah, namanya juga datang karena undangan, tak sepenuhnya mempunyai keleluasaan :-(



Namun, birunya laut Iboih yang hanya sedikit terdokumentasi (akibat ceroboh, kamera tertinggal :p) telah menjadi kekaguman tersendiri.






Kami sempatkan ke Gapang terlebih dahulu. Gapang dengan terumbu karangnya nan seksi dan tegar, pasir putihnya, juga birunya laut khas lautan Sabang membuatku sangat ingin bermain ombak barang sebentar. Ku pengaruhi beberapa kawan untuk menemaniku bermain snorkling, maklumlah aku tak bisa berenang, dan belum pernah melakukannya. Namun karena waktu yang mepet, tak ada setuju dengan ide snorkling tersebut, namun mereka memberiku kesempatan bermain diantara terumbu karang di lautan Gapang. Ada mitos, barang siapa yang ke Gapang dan menyentuh air lautnya, maka ia akan kembali kesana dilain waktu..Hmm...dengan senang hati akan ku nanti :-D 


Walau belum puas, namun tak bisa berlama-lama di pantai Gapang. kami segera bergegas menuju titik 0.Titik 0 atau kilometer nol merupakan salah satu lokasi wisata yang harus dikunjungi. Letaknya di paling ujung barat pulau Sabang.Jalan menuju kilometer nolnya naik turun, berkelok-kelok, dan banyak sapi atau monyet-monyet yang suka duduk-berlenggak lenggok-bersantai di tengah jalan. Jadi, pak supir harus bener-bener aware sama kondisi jalannya.




Tugu Kilometer Nol merupakan penanda pengukuran titik Nol Kilometer Indonesia dari Sabang hingga Merauke. Tugu ini di resmikan oleh Wakil Presiden RI Try Sutrisno di Banda Aceh pada tanggal 9 September 1997. Karena pengen banget ke Merauke suatu masa kelak, saat berkesempatan ke Aceh, Sabang terutama kilometer nol-nyalah hasrat terbesarku :-)


Birunya laut dari seberang kilometer nol, diambil dari sisi tugu di tanah yang agak meninggi

Memberanikan diri naik ke atas, mendekati pagar, hanya karena terpikat pada birunya laut agar dapat terekam kamera :D




Senin, 13 Desember 2010

Madakaripura: History berbalut keindahan

Seperti rencana awal, setelah selesai dengan Bromo, Madakaripura tujuan kami selanjutnya. Awalnya memang terjadi perdebatan, mengingat hujan yang tiada henti-hentinya, walau tidak deras. Ada kawan yang rupanya khawatir dengan cuaca yang tidak bersahabat itu. Karena kami datang beramai-ramai, kecemasan seseorang tentu saja harus dibicarakan. Begitulah, sambil menunggu hujan agak reda, akhirnya kami berdelapan nyangkruk di warung sambil tarik ulur antara terus atau balik.Empat diantara kami ngotot terus -aku termasuk kelompok yang ngotot ini-, tiga diaantaranya ragu, dan satu orang dengan keras bilang, balik saja. Dan rupanya, cuaca sedang berpihak, hujan tinggal gerimis, yang ngotot teruspun mayoritas, dan hasilnya adalah, madakaripura dunk.......

Menuju lokasi Madakaripura dari Bromo ataupun dari Surabaya, jalanan mulus bisa dilalui. Namun, semakin dekat ke pintu gerbang Madakaripura, jalanan makin menyempit. Bahkan kesulitan jika ada dua mobil berpapasan.Di pintu gerbang, petugas sigap menghitung jumlah pengunjung di kendaraan. Untuk satu orang dikenai biaya Rp2.500 Setelah memarkir mobil, kami langsung didatangi oleh penduduk setempat yang menawarkan jasa sebagai guide untuk membantu meniti jalan menuju air terjun. Madakaripura rupanya pernah dihantam longsor, sehingga jalur pejalan kaki terputus dan mengharuskan penikmat air terjun turun menyeberang ke sungai berbatu-batu untuk mencapainya. Mereka menawarkan harga Rp30.000 untuk sekali antar. Kami sempat tawar menawar harga, hingga tercapai kesepakkatan harga Rp.25.000. Ditempat inipun kami skalian ditawari tas plastik. Kami sempat bingung, namun setelah dijelaskan medan yang akan kami lalui dan tempat yang akan kami tuju kamipun sepakat membeli tas plastik itu beberapa. Dan akhirnya, Madakaripura dengan patung Gadjah Mada yang berbadan dempal, rambut digulung keatas, dan sikap duduk tegap bersedakap itupun akhirnya nampak menyambut kami :-D


Bersama rombongan, dengan ditemani seorang guide, aku harus berjalan kurang lebih satu kilo-an sebelum kami benar-benar samapai pada air terjun Madakaripura. Kadang kami harus naik ke jalan setapak, tak berapa lama turun lagi meloncati batu-batu kali yang airnya cukup deras. Walau sempat ragu, ternyata mengambil guide untuk menuntun perjalanan kami adalah pilihan yang tepat. Dan sang guide itu memang benar-benar menjalankan tugasnya, menuntun serta menunjukkan jalan terbaik dan tidak membahayakan.


Aku sempat terpesona dengan jajaran pohon di tebing kiri dan kanan. Pohon-pohon itu seperti memiliki jari jemari yang bergandeng tangan antara satu dengan yang lain. Hijaunya terasa menyambung tak putus. Tanaman rambat tumbuh subur dibagian bawah, seolah menyatu dengan pepohonan yang meraksasa. Talian hijau semakin tebal di permukaan tebing.Pikiranku bergantian menghayal antara menjadi seorang petualang dan membayangkan pada masa saat Mahamantrimukya Rakrian Ma Patih Pu Mada yang sering kita kenal sebagai Gajah Mada itu melewati rute yang juga kami lewati itu. Entah bagaimana dulu jalanan itu pada mulanya. Mungkin hanya hutan belantara yang bahkan jalan setapakpun tak ada.

Madakaripura adalah air terjun dengan bentuk yang unik dan eksotik. Gemuruhnya memang tidak spektakuler, tetapi lokasi air terjunnya yang membentuk ceruk di tebing, di kelokan yang buntu, membuat aku pada titik itu sangat memaklumi pilihan Sang Mahapatih untuk menyepi di sini. Gadjah Mada, merasa gagal pada sumpahnya, menjadi tertuduh utama dan penanggungjawab lara Bubat, lalu meluruh dan menyepi ke tempat yang sudah ia idamkan, Tongas, di Madakaripura ini. Riwayat sejarah yang ini, rupanya tak semua orang tahu, karena seingatku, dalam pelajaran sejarah di sekolah-sekolah, tak ada lagi kisah tentang Gadjah Mada usia Perang Bubat.
Sesungguhnya, ada lima air terjun di Madakaripura. Tiga terlihat dengan jelas, sedangkan dua yang lainnya, tersembunyi di balik air terjun yang lain. Yang paling besar, tingginya 200 meter. Di tengah tebing, di balik air terjun besar itu menganga lubang yang melintang secara horisontal. Penduduk sekitar percaya, di lubang itulah Gadjah Mada pernah duduk bersemedi.

Mendekati air terjun, guide mengingatkan bahwa semburat air terjun bisa membuat kami basah kuyup. Kami langsung cepat-cepat menyimpan barang berharga yang mudah rusak kena air di sebuah tas plastik yang telah kami beli di tempat guide diawal tadi. Agar tak benar-benar basah, kawanku memutuskan menyewa payung seharga Rp2.000, yang memang tersedia di dekat kami pertama merasakan cipratan air terjun. Aku memutuskan tidak memakai jasa ini. Aku sudah menyiapkan baju ganti dan berniat benar-benar merasakan hempasan tetes air terjun itu sampai kekulit. Kamipun menerobos cipratan dan menuju pusat air terjun. Aku sebut dengan pusat, karena dari kelima air terjun, air terjun inilah yang paling tinggi, dengan cerukan didindingnya dan air limpahannya yang membentuk danau biasa digunakan untuk mandi dan berendam. Alkisah konon katanya, bisa membuat awet muda :)

Aku dan beberapa kawan, tak semuanya, memuaskan diri berendam dan merasakan cucuran air terjun Madakaripura. Bukan karena ingin awet muda seperti kisah konon katanya itu, tetapi karena kami benar-benar sedang menginginkan menyatu dengan alam. Merasakan setiap tetes air yang merasuk dalam pori-pori kami. Membuang semua kepenatan kerja, bahkan ada yang berteriak-teriak memaki bosnya untuk melepaskan luapan emosi mereka.Sayangnya, aku hanya berbekal kamera pocket. Sempat nekat meminta guide kami untuk mengambil beberapa gambar, karena aku sudah basah kuyup sejak mulai menerobos air terjun pertama, hanya sedikit gambar yang sempat terambil dan itupun blurr, tak jelas.



Setelah puas berendam dan bermain dibawah air terjun, dengan kuyup kami meninggalkan air terjun besar itu dan menyusur arah balik. Tak jauh dari situ, kami menghirup bau gorengan. Setelah berganti baju, kamipun membuang hawa dingin dengan beberapa potong gorengan dan minuman hangat. Hmmm, nikmat rasanya istirahat sejenak di sebuah kedai kecil yang ternyata sudah menyiapkan penganan kecil dan minuman hangat, setelah kami puas berbalut dinginnya air terjun Madakaripura.


Minggu, 05 Desember 2010

Rahasia Meede


Buku ini aku dapat tanpa membeli. Seseorang berbaik hati meminjamkan kepadaku, ah aku mesti mengembalikannya lain waktu :(. Melihat buku yang lumayan tebal, 671 hal, sebenarnya agak malas juga, namun seseorang sedikit bercerita tentang buku ini. Entah karena memang ceritanya memang seru atau karena kepiawaiannya merangkai kata dan bercerita kepadaku, yang jelas akupun tertarik untuk membacanya. Sudah lama memang, namun aku ingin mengingatnya, ada beberapa alasan, sambil aku mencoba mengingat kembali apa yang sudah aku baca. Buku karya besar E. S. Ito ini bukan murni cerita fiksi namun dibalut manis dengan fakta sejarah tentang sejarah penjajahan Belanda di Indonesia, struktur organisasi besar VOC di Indonesia beserta tokoh-tokoh pentingnya, hingga perjanjian pengakuan kedaulatan RI lewat KMB di Den Haag, Belanda. Entah apakah buku ini termasuk sebuah karya "science-fiction" atau buku yang bergenre suspense. Peristiwa-peristiwa sejarah yang termuat, semuanya terasa dipampatkan untuk bisa sesuai dengan imajinasi penulis yang menginginkan adanya konspirasi terselubung sehingga ia berupaya mengkait-kaitkan satu peristiwa dengan peristiwa yang lain, walau kata 'penceritaku' ada beberapa kecocokan analisa yang termuat dalam buku besar yang sudah banyak dipakai dalam rujukan-rujukan karya Denys Lombart, Nusa Jawa Silang Budaya, entahlah.

Berawal dari kewajiban atau persyaratan pada KMB dimana Indonesia yang dipimpin oleh Wakil Presiden pertama kita Moh. Hatta, dimana Indonesia diminta melunasi hutang-hutang Belanda pada masa pendudukan. Adalah syarat yang jelas tidak disetujui oleh perwakilan delegasi karena dirasa sangat memberatkan. Sampai akhirnya seseorang menyerahkan sebuah dokumen yang bisa memecahkan masalah ini.

Mengambil seting modern di Indonesia, adalah Cathleen Zwinckel yang diminta oleh pembimbingnya Profesor Huygens, di Universitas Leiden untuk melakukan penelitian di Indonesia terkait harta karun ini. Cathleen ditampung di CSA (Central Strategic Affair), yang mana pimpinannya Suryo Lelono adalah kolega dari Profesor Huygens, petualangannya berlanjut sampai pada peristiwa penculikannya oleh suatu organisasi yang paling dicari oleh pihak berwenang karena terlibat dalam beberapa kasus kerusuhan, Anarki Nusantara, organisasi ini dikenal namanya. Organisasi ini dipimpin oleh Attar Malaka yang kemudian dikenal dengan nama Kalek.

Batu Noah Gultom, adalah seorang wartawan di media Indonesiaraya, yang oleh mentornya, redaktur di media terkait, Parada Namora Gultom, diminta menyelidiki dan mengupas habis segala berita yang ada hubungannya dengan kasus yang sedang terjadi saat itu, "Pembunuhan Gandhi", ya pembunuhan orang-orang penting yang dikaitkan dengan pesan Mahatma Gandhi tentang 7 dosa sosial. Setiap orang penting yang dibunuh akan selalu ditinggalkan tulisan salah satu dari 7 dosa sosial tersebut.

Penculikan oleh Kalek alias AM (Attar Malaka), tidak dibiarkan begitu saja, sebuah operasi intelejen yang diberi nama sandi Omega sifatnya tertutup, dipimpin oleh seorang anggota intelejen yang terkenal dengan namanya "Lalat Merah" (rasanya seperti dimirip-miripkan dengan Pacar Merah :-D)di bawah komando Jenderal Darmoko, purnawirawan, berusaha mengejar buruannya, ya Kalek.

Walau tokoh sentralnya tak sekuat minkenya Pram atau Gajah Mada-nya Khrisna Hadi, namun buku ini lumayan seru dan asyik. Tema petualang yang dibalut dengan fakta sejarah, sempat membuatku tidak mau meninggalkan buku ini, terkadang bahkan aku tergelitik untuk mengecek bacaan yang lain. Namun, entah aku agak lupa...entar kalau tiba-tiba ingat, pasti ku editkan lagi disini.. :))

Yang Kontroversi

Awalnya aku tak begitu tertarik dengan duo perempuan Rusia ini. Mungkin juga karena aku bukan penikmat musik sejati. Hanya teman saat sepi. Serial Charmed di salah satu stasiun TV nasionallah yang mulai mengangkrabkan telingaku dengan gaya musik ngerock-nya t. A. T. u. Walau tak cukup bisa dibilang musik-musinya keras menghentak, namun cukup terasa kuat walau ada balad dan ngedance nya. Pokoknya telingaku nyaman dengar musik-musiknya, dan aku juga tak perlu terengah-engah mengikuti nada-nada lagunya. Entah kalau menurut para kritikus musik, jenis musik t. A. T. u ini masuk kategori apa, akupun juga bukan penikmat musik jenis tertentu, asal dalam satu Album ada lebih dari 4 lagu yang enak didengar, akan masuk daftar aku suka :-D

Isu Lesbian, awalnya begitu kuat melekat pada grup ini. Banyak sekali pro dan kontra mengenai t.A.T.u. Akan tetapi, seiring dengan beberapa fakta yang mengarah bahwa imej lesbi itu hanya isapan jempol seperti lagu-lagu mereka yang memang mempunyai lirik yang provokatif dan berbau lesbi tetapi seluruh lagu mereka diciptakan oleh orang lain sehingga adalah hal yang sangat tidak masuk diakal jika lagu-lagu tersebut benar-benar merupakan ekspresi dari kepribadian mereka. Menyadari bahwa masyarakat semakin meragukan isu lesbi ini, pada akhirnya duet t.A.T.u. menyatakan bahwa imej lesbian tersebut hanyalah strategi pemasaran dari manajemen t.A.T.u. pada acara "The Anatomy of t.A.T.u." yang ditayangkan pada bulan Desember 2003 di salah satu stasiun televisi Rusia.

Tahun 2004, t.A.T.u. mengalami masa kekosongan setelah berpisah dari produser mereka. tahun 2005, mereka merilis "Dangerous and Moving" dan "Lyudi Invalidy". Selama 2006, t.A.T.u. merilis album kompilasi dan berspekulasi setelah negosiasi kontrak mereka dengan Universal Music berakhir. Album ke-3 yang berbahasa Rusia, berjudul "Upravlenie Otbrosami" diharapkan rilis April 2008, sementara album ke-3 yang berbahasa Inggris diharapkan rilis sebagai soundtrack untuk film "Finding t.A.T.u.".

GOMENASAI, salah satu lagu di album dangerous and moving, dan merupakan favoritku.
..
What I thought wasn’t mine
In the light
Wasn’t one of a kind
A precious pearl

when I wanted to cry
I couldn't cause I
Wasn’t allowed

gomenasai
For everything
gomenasai
I know I let you down
gomenasai till the end
I never needed a friend
Like I do now

What I thought I was a note
So innocent
Was a delicate doll
Of Porcelain

When I wanted to call you
And ask you for help
I stopped myself

gomenasai
For everything
gomenasai
I know I let you down
gomenasai till the end
I never needed a friend
like I do now

What I thought was a dream
A mirage
Was as real as it seemed
A privilege

When I wanted to tell you
I made a mistake
I walked away

gomenasai
For everything
Gomenasai
gomenasai
I never needed a friend
Like I do now
gomenasai
I let you down
gomenasai
gomenasai
gomenasai till the end
I never needed a friend
Like I do now

Jumat, 03 Desember 2010

Yang Tak Lekang oleh Waktu

Iwan Fals, aku mulai menyukai lagu-lagu Iwan semenjak awal 90-an. Waktu itu Album Mata Dewanya mampu membuatku merengek minta dibeliin kaset lagu, pada masa itu belum lazim CD apalagi VCD dan DVD :). Padahal sebelumnya, minatku tak benar-benar pada musik, aku hanya tertarik pada komik, novel, majalah cerpen, drama radio ataupun hal-hal yang berbau theater. Suara Iwan yang khas, ditambah ritme yang tegas dan ngerock-nya album ini benar-benar memikatku. Selain Mata Dewa, Lagu "Berkacalah Jakarta' juga menjadi favoritku saat itu. Aku menikmati betul kolaborasi Iwan, Setiawan Djodi, dan Ian Antono dalam lagu-lagu yang ada dalam album ini, memang sih tidak semuanya lagu baru, namun semuanya mampu memikatku, dan inilah mula awalnya aku gandrung pada musik-musik Iwan

Lagu-lagu Iwan memang khas, kadang bernada keras menyengat, kadang lembut menyentuh, tak jarang pula ia bertutur dengan bercanda. Lagu-lagu Iwan semakin memiliki kekhasan karena kata-kata yang ia gunakan tidak klise. Hal lain yang bisa kita baca, soal membuat lirik, Iwan tak ada duanya. Tak hanya pada lagu-lagu kritik sosialnya, tetapi juga pada lagu-lagu cinta. Meskipun bertema cinta, tapi di dalamnya tetap tersimpan visi dan pesan-peran kehidupan. Ini yang sangat jarang kita temukan pada lagu karya musisi lain. Lagu sedihnya tidak cengeng dan meratap, semua lagu-lagunya seperti memiliji jiwa, "ruh". 


Tentang Iwan, tentu sudah banyak yang menulis. Disini aku hanya meng-copas saja dari tulisan-tulisan yang sudah pernah ada. Bukan karena apa, biar aku mudah saja saat ingin membaca ulang suatu masa nanti :p

Yang ini Biografi Iwan yang ditulis di blog-nya, aku sepenuhnya hanya copas saja.
Sekilas Iwan Fals
Iwan Fals yang bernama asli Virgiawan Listanto adalah seorang legenda hidup Indonesia.

Lewat lagu-lagunya, ia memotret kehidupan dan sosial-budaya di akhir tahun 1970-an hingga sekarang. Kritik atas perilaku sekelompok orang (seperti Wakil Rakyat, Tante Lisa), empati bagi kelompok marginal (misalnya Siang Seberang Istana, Lonteku), atau bencana besar yang melanda Indonesia (atau kadang-kadang di luar Indonesia, seperti Ethiopia) mendominasi tema lagu-lagu yang dibawakannya. Iwan Fals tidak hanya menyanyikan lagu ciptaannya tetapi juga sejumlah pencipta lain.

Iwan yang juga sempat aktif di kegiatan olahraga, pernah meraih gelar Juara II Karate Tingkat Nasional, Juara IV Karate Tingkat Nasional 1989, sempat masuk pelatnas dan melatih karate di kampusnya, STP (Sekolah Tinggi Publisistik). Iwan juga sempat menjadi kolumnis di beberapa tabloid olah raga.

Kharisma seorang Iwan Fals sangat besar. Dia sangat dipuja oleh kaum 'akar rumput'. Kesederhanaannya menjadi panutan para penggemarnya yang tersebar di seluruh Nusantara. Para penggemar fanatik Iwan Fals bahkan mendirikan sebuah yayasan pada tanggal 16 Agustus 1999 yang disebut Yayasan Orang Indonesia atau biasa dikenal dengan seruan Oi. Yayasan ini mewadahi aktifitas para penggemar Iwan Fals. Hingga sekarang kantor cabang Oi dapat ditemui setiap penjuru Nusantara dan beberapa bahkan sampai ke mancanegara.

Perjalanan Hidup
Masa kecil Iwan Fals dihabiskan di Bandung, kemudian ikut saudaranya di Jeddah, Arab Saudi selama 8 bulan. Bakat musiknya makin terasah ketika ia berusia 13 tahun, di mana Iwan banyak menghabiskan waktunya dengan mengamen di Bandung. Bermain gitar dilakukannya sejak masih muda bahkan ia mengamen untuk melatih kemampuannya bergitar dan mencipta lagu. Ketika di SMP, Iwan menjadi gitaris dalama paduan suara sekolah.

Selanjutnya, datang ajakan untuk mengadu nasib di Jakarta dari seorang produser. Ia lalu menjual sepeda motornya untuk biaya membuat master. Iwan rekaman album pertama bersama rekan-rekannya, Toto Gunarto, Helmi, Bambang Bule yang tergabung dalam Amburadul. Tapi album tersebut gagal di pasaran dan Iwan kembali menjalani profesi sebagai pengamen.

Setelah dapat juara di festival musik country, Iwan ikut festival lagu humor. Arwah Setiawan (almarhum), lagu-lagu humor milik Iwan sempat direkam bersama Pepeng, Krisna, Nana Krip dan diproduksi oleh ABC Records. Tapi juga gagal dan hanya dikonsumsi oleh kalangan tertentu saja. Sampai akhirnya, perjalanan Iwan bekerja sama dengan Musica Studio. Sebelum ke Musica, Iwan sudah rekaman sekitar 4-5 album. Di Musica, barulah lagu-lagu Iwan digarap lebih serius. Album Sarjana Muda, misalnya, musiknya ditangani oleh Willy Soemantri.

Iwan tetap menjalani profesinya sebagai pengamen. Ia mengamen dengan mendatangi rumah ke rumah, kadang di Pasar Kaget atau Blok M. Album Sarjana Muda ternyata banyak diminati dan Iwan mulai mendapatkan berbagai tawaran untuk bernyanyi. Kemudian sempat masuk televisi setelah tahun 1987. Waktu siaran acara Manasuka Siaran Niaga di TVRI, lagu Oemar Bakri sempat ditayangkan di TVRI. Ketika anak kedua Iwan, Cikal lahir tahun 1985, kegiatan mengamen langsung dihentikan.

Selama Orde Baru, banyak jadwal acara konser Iwan yang dilarang dan dibatalkan oleh aparat pemerintah, karena lirik-lirik lagunya yang kritis.

Saat bergabung dengan kelompok SWAMI dan merilis album bertajuk SWAMI pada 1989, nama Iwan semakin meroket dengan mencetak hits Bento dan Bongkar yang sangat fenomenal. Perjalanan karir Iwan Fals terus menanjak ketika dia bergabung dengan Kantata Takwa pada 1990 yang di dukung penuh oleh pengusaha Setiawan Djodi. Konser-konser Kantata Takwa saat itu sampai sekarang dianggap sebagai konser musik yang terbesar dan termegah sepanjang sejarah musik Indonesia.

Keluarga
Iwan lahir di Jakarta pada 3 September 1961 dari pasangan Haryoso (ayah)(almarhum) dan Lies (ibu). Iwan menikahi Rosanna (Mbak Yos) dan mempunyai anak Galang Rambu Anarki (almarhum), Annisa Cikal Rambu Basae, dan Rayya Rambu Robbani.

Galang mengikuti jejak ayahnya terjun di bidang musik. Walaupun demikian, musik yang ia bawakan berbeda dengan yang telah menjadi trade mark ayahnya. Galang kemudian menjadi gitaris kelompok Bunga dan sempat merilis satu album perdana menjelang kematiannya.

Nama Galang juga dijadikan salah satu lagu Iwan, berjudul Galang Rambu Anarki pada album Opini , yang bercerita tentang kegelisahan orang tua menghadapi kenaikan harga-harga barang sebagai imbas dari kenaikan harga BBM pada awal tahun 1981 yaitu pada hari kelahiran Galang (1 Januari 1981).

Nama Cikal sebagai putri kedua juga diabadikan sebagai judul album dan judul lagu Iwan Fals yang terbit tahun 1991.

Galang Rambu Anarki meninggal pada bulan April 1997 secara mendadak yang membuat aktifitas bermusik Iwan Fals sempat vakum selama beberapa tahun. Galang dimakamkan di pekarangan rumah Iwan Fals di desa Leuwinanggung Bogor Jawa Barat sekitar satu jam perjalanan dari Jakarta. Sepeninggal Galang, Iwan sering menyibukkan diri dengan melukis dan berlatih bela diri.

Pada tahun 2002 Iwan mulai aktif lagi membuat album setelah sekian lama menyendiri dengan munculnya album Suara Hati yang di dalamnya terdapat lagu Hadapi Saja yang bercerita tentang kematian Galang Rambu Anarki. Pada lagu ini istri Iwan Fals (Yos) juga ikut menyumbangkan suaranya. [Sumber : Wikipedia] ***
Iwan Fals mennurut Iwan Fals>>Aku lahir tanggal 3 September 1961. Kata ibuku, ketika aku berumur bulanan, setiap kali mendengar suara adzan magrib aku selalu menangis. Aku nggak tau kenapa sampai sekarang pun aku masih gambapng menangis. Biar begini-begini, aku orangnya lembut dan gampang tersentuh. Sebagai contoh, menyaksikan berita di televisi yang memberitakan ada orang sukses lalu medapatkan penghargaan atas prestasinya, aku pun bisa menangis. Melihat seorang ibu yang menunjukkan cinta kasihnya pada anaknya, juga bisa membuat aku tersentuh dan lalu menangis

Bicara perjalanan karir musikku, dimulai ketika aku aktif ngamen di Bandung. Aku mulai ngamen ketika berumur 13 tahun. Waktu itu aku masih SMP. Aku belajar main gitar dari teman teman nongkrongku. Kalau mereka main gitar aku suka memperhatikan. Tapi mau nanya malu. Suatu hari aku nekat memainkan gitar itu. Tapi malah senarnya putus. Aku dimarahi.

Sejak saat itu, gitar seperti terekam kuat dalam ingatanku. Kejadian itu begitu membekas dalam ingatanku.

Dulu aku pernah sekolah di Jedah, Arab Saudi, di KBRI selama 8 bulan. Kebetulan di sana ada saudara orang tuaku yang nggak punya anak. Karena tinggal di negeri orang, aku merasakan sangat membutuhkan hiburan. Hiburan satu-satunya bagiku adalah gitar yang kubawa dari Indonesia. Saat itu ada dua lagu yang selalu aku mainkan, yaitu Sepasang Mata Bola dan Waiya.

Waktu pulang dari Jeddah pas musim Haji. Kalau di pesawat orang-orang pada bawa air zam-zam, aku cuma menenteng gitar kesayaganku. Dalam perjalanan dalampesawat dari Jeddah ke Indonesia, pengetahuan gitarku bertambah. Melihat ada anak kecil baga gitar di pesawat, membuat seorang pramugari heran. Pramugari itu lalu menghampiriku dan meminjam gitarku. Tapi begitu baru akan memainkan, pramugari itu heran. Soalnya suara gitarku fals. "Kokkayak gini steman-nya?" tanyanya. Waktu itu, meski sudah bisa sedikit-sedikit aku memang belum bisa nyetem gitar. Setelah membetulka gitarku, premugari itu lalu mengajariku memainkan lagu Blowing in the Wind-nya Bob Dylan.

Waktu sekolah di SMP 5 Bandung aku juga punya pengalaman menarik dengan gitar. Suatu ketika, seorang guruku menanyakan apakah ada yang bisa memainkan gitar. Meski belum begitu pintar, tapi karena ada anak perempuan yang jago memainkan gitar, aku menawarkan diri. "Gengsi dong," pikirku waktu itu. Maka jadilah aku pemain gitar di vokal grup sekolahku.

Kegandrunganku pada gitar terus berlanjut. Saat itu teman-teman mainku juga suka memainkan gitar. Biasanya mereka memainkan lagu-lagu Rolling Stones. Melihat teman-temanku jago main gitar, aku jadi iri sendiri. Aku ingin main gitar seperti mereka. Daripada nggak diterima di pergaulan, sementaar aku nggak bisa memainkan lagu-lagu Rolling Stones, aku nekat memainkan laguku sendiri. Biar jelek-jelek, yang penting lagu ciptaanku sendiri, pikirku.

Untuk menarik perhatian teman-temanku, aku membuat lagu-lagu yang liriknya lucu, humor, bercanda-canda, merusak lagu orang. Mulailah teman-temanku pada ketawa mendengarkan laguku.

Setelah merasa bisa bikin lagu, apalagi bisa bikin orang tertawa, timbul keinginan untuk mencari pendengar lebih banyak. Kalau ada hajatan, kawinan, atau sunatan, aku datang untuk menyanyi. Dulu manajernya Engkos, yang tukang bengkel sepeda motor. Karena kerja di bengkel yang banyak didatangi orang, dia selalu tahu kalau ada orang yang punya hajatan.

Di SMP aku sudah merasakan betapa pengaruh musik begitu kuat. Mungkin karena aku nggak punya uang, nggak dikasih kendaraan dari orang tua untuk jalan-jalan, akhirnya perhatianku lebih banyak trcurah pada gitar. Sekolahku mulai nggak benar. Sering bolos, lalu pindah sekolah.

Aku merasakan gitar bisa menjawab kesepianku. Apalagi ketika sudah merasa bisa bikin lagu, dapat duit dari ngamen, mulailah aku sombong. Tetapi sesungguhnya semuanya itu kulakukan untuk mencari teman, agar diterima dalam pergaulan.

Suatu ketika ada orang datang ke Bandung dari Jakarta. Waktu itu kau baru sadar kalau ternyata lagu yang kuciptakan sudah terkenal di Jakarta. Maksudku sudah banyak anak muda yang memainkan laguku itu. Malah katanya ada yang menakui lagu ciptaanku.

Sebelum orang Jakarta yang punya kenalan produser itu datang ke Bandung, aku sebetulnya sudah pernah rekaman di Radio 8 EH. Aku bikin lagu lalu diputar di radio itu. Tapi radio itu kemudian dibredel.

Setelah kedatangan orang Jakarta itu, atas anjuran teman-temanku, aku pergi ke Jakarta. Waktu itu aku masih sekolah di SMAK BPK Bandung. Sebelum ke Jakarta aku menjual sepeda motorku untuk membuat master. Aku tidak sendirian. Aku bersama teman-teman dari Bandung: Toto Gunarto, Helmi, Bambang Bule yang tergabung dalam Amburadul.

Kami lalu rekaman. Ternyata kasetnya tidak laku. Ya, sudah, aku ngamen lagi, kadang-kadang ikut festival. Setelah dapat juara di festival musik country , aku ikut festival lagu humor. Kebetulan dapat nomor. Oleh Arwah Setiawan (almarhum) lagu-lagu humorku lalu direkam, diproduseri Handoko. Nama perusahaannya ABC Records. Aku rekaman ramai-ramai, sama Pepeng (kini pembawa acara kuis Jari-jari, jadi MC, dll), Krisna, dan Nana Krip. Tapi rekaman ini pun tak begitu sukses. Tetap minoritas. Hanya dikonsumsi kalangan tertentu saja, seperti anak-anak muda.

Akhirnya aku rekaman di Musica Studio. Sebelum ke Musica, aku sudah rekaman sekitar 4 sampai 5 album. Setelah rekaman di Musica itu, musikku mulai digarap lebih serius. Album Sarjana Muda, misalnya, musiknya ditangani Willy Soemantri.

Setelah tinggal di Jakarta dan masuk studio rekaman, aku masih tetap ngamen dari rumah ke rumah, kadang di Pasar Kaget, Blok M. Tapi setelah di Jakarta aku mulai mikir honor. Soal honor ini mau nggak mau jadi salah satu pemacu juga. Apalagi sebagai anak muda, aku juga butuh pacaran, butuh nonton. Ya, kebutuhan yang wajar bagi anak-anak mudalah.

Waktu itu namanya uang transport. Tapi kalau pas dadakan, biasana gratis. Aku ngamen nggak pilih-pilih tempat. Panggung hajatan, sunatan, nggak masalah. Lagu lagu yang kubawakan waktu ngamen biasanya lagu-lagu baru yang menceritakan masalah-masalah aktual yang terjadi di masyarakat.

Dulu jarang sekali pemusik memainkan lagu-lagu country. Apalagi main gitar sama harmonika sekaligus, jarang. Kalau melihat tanggapa penonton, aku raca cukup positif.

Kalau aku ngamen aku juga selalu nyanyi dengan riang gembira, meski syairnya sedih. Prinsipku, orang sedih kan boleh saja bergembira. Soalnya, dulu kalau aku membawakan lagu-lagu sedih, teman-temanku pada kabur semua.

Tanggapan untuk ngamen juga bertambah. Aku mulai diundang ke mana-mana. Mungkin karena pengaruh album Sarjana Muda (waktu itu album ini sangat terkenal. Semua lagunya selalu dinyanyikan anak-anak muda).

Waktu itu penghasilan dari ngamen saja per hari pernah sampai 20 ribu rupiah. Sebab orang yang kita datangi ngasih uangnya bukan untuk ngusir. Kalau dihitug sekarang barangkali nilainya sampai 300 ribu. Tapi, ya namanya ngamen, tentu penghasilannya tidak pasti. Kalau diambil rata-rata sehari sekitar dua ribu rupiah. Berarti sebulan bisa 60 ribu. Jumlah yang cukup lumayan untuk ukuran waktu itu, di awal tahun 1980-an.

Waktu itu orang nggak tahu siapa Iwan Fals. Meski sudah rekaman, dan kasetku lumayan sangat laku, tapi orang kebanyakan hanya tahu nama nggak kenal wajah. Mungkin karena aku nggak pernah masuk televisi (TVRI). Aku benar-benar stop ngamen setelah lahir anak keduaku, Cikal yang lahir tahun 1985.


Berharap Lewat Musik Bisa Memberi Arti

Dari kecil aku bercita-cita jadi tentara. Untuk memperjuangkan cita-citaku itu, aku menekuni olahraga. Aku aktif di bidang beladiri, silat, karate, kung fu, juga jenis olahraga yang lain, seperti sepakbola, basket, dan volly. Di bidang olahraga aku sempat berprestasi. Pernah juara II Karate Tingkat Nasional, terus pada 1989 Juara IV Karate Tingkat Nasional. Aku sempat masuk pelatas. Aku juga sempat melatih karate di tempatku kuliah, STP (Sekolah Tinggi Publisistik)

Tapi ternyata musik lebih menarik-narik. Musik aku rasakan lebih menggelitik. Olahraga aku ambil untuk kesehatan saja. Filosofi menang-kalah aku hilangkan. Kalau terjun di dunia olahraga, di sana selalu saja ada yang menang atau kalah. Sementara, aku kan lembut. Jadi, kalau melihat musuh kalah dalam komite Karate, ya aku trenyuh juga. Makanya, kalau mau ikut perlombaan, nomor komite aku tinggalkan. Aku ambil Kata Perorangan. Jadi benar-benar seni karatenya. Dan aku ambil nilai sportivitasnya.

Saat bergabung dengan kelompok SWAMI, aku mulai serius di musik. Waktunya memang telah disepakati, 3 tahun. Setelah itu, bubar. Jadi memang proyek SWAMI cuma 3 tahun, bukan karena ada persoalan.

Di Swami banyak hikmah yang dapat kuambil. Kita kan makhluk sosial yang tidak mungkin lepas dari pengaruh orang lain. Pasti ada pengaruh, dari dalam atau dari luar.

Dari situ syair-syairku jadi berubah. Aku menilai mulai ada pengendapan, tidak lagi frontal. Juga mulai universal. Apakah itu suatu kemajuan atau kemunduran, aku tidak tahu. Yang aku tahu ada perubahan dalam syair-syairku, dan menurutku itu wajar saja. Namun, kalau misalnya basic musikku "merah", paling akan berubah jadi "merah tua" atau "merah muda". Nggak mungkin berubah menjadi "hitam", "hijau", "kuning", atau biru".

Aku berharap dalam musik kehadiranku berarti. Syukur-syukur buat orang lain juga berarti.

Aku menulis syair inspirasinya lebih banyak dari hati. Dari sana aku lebih merdeka dan bebas mengekspresikan diri. Aku merasa tidak ada tekanan dari manapun, seperti pesanan teman, pesanan produser, atau tekanan dari diri sendiri.

Dulu, proses penulisan syair bermula dari baca koran, lantas bikin syair. Sekarang penulisan syairku tak harus berangkat dari membaca koran. Terkadang syair yang aku bikin tak ada kaitannya dengan peristiwa yang terjadi. Bukan berarti aku ingin merenung atau kontemplasi. Tapi aku tetap baca koran. Dengan membaca terus tanpa mengeluarkan langsung, aku lebih memperkaya perbendaharaan kata.

Dalam membuat lagu aku juga tidak menunggu mood. Aku setiap ahri bikin lagu. Seperti petani, dari Subuh dia bangun ambil pacul langsung pergi ke sawah dan mencangkul. Tidak pernah berpikir harus mencangkul yang mana dan nggak pernah berpikir mau tumbuh atau keserang hama.

Saja juga seperti aku. Perkembanganku sekarang begitu juga. Aku tidak pernah berniat bikin lagu. Yang aku lakukan, pagi ambil gitar, entah apa jadinya. Latihan jari saja, atau bikin syair, nggak tahu. Aki baca buku, baca koran. Nggak diniat, "aku mau bikin lagu".

Aku masuk televisi setelah tahun 1987. Rekaman pertama tahun 1979. Waktu siaran Manasuka Siaran Niaga di TVRI, sempat sih lagu Oemar Bakri keluar di TVRI.

Pendapatanku waktu itu masih keci. Waktu itu aku dibayar murah. Sekitar Rp 1,5 juta satu album dengan sistem jual putus. Pendapatan sebesar itu nggak cukup untuk kebutuhan anak satu. Ditambah Yos (Rosana) mengandung Cikal. Sudah pasti kebutuhan meningkat. Ditambah lagi harga-harga barang naik. Sampai 1983 aku nggak bisa mencukupi benar. Begitu lewat 1983, aku mulai bisa bernapas.

Nah, untuk menutupi kebutuhan keluarga, karena aku nggak ada kerjaan lain selain bernyanyi, aku mengamen. Terkadang dengan mobil colt abu-abu aku ngompreng. Dengan mobil itu aku narik penumpang sendiri. Istilahnya tarikan gelap. Keluarag tidak tahu. Sebab aku narik omprengan pas aku pulang dari studio. Lumayan, mobilku dapat penumpang 15. Tapi tidak kulakukan secararutin.

Intinya aku senang menyanyi. Terus apa salahnya kalau dalam menyanyi itu ada manfaatnya buat kehidupanku. Sebab aku juga nggak mau jadi maling.

Memang pandangan masyarakat waktu itu menganggap pengamen identik dengan pengemis. Maka dari itu jarang sekali pengamen yang beroperasi.

Style-ku saat ngamen biasa saja. Tidak berpenampilan seperti gembel. Memang waktu itu celana robel di dengkul, tapi saat itu memang sedang trend seperti itu.

Orang tidak tahu aku ngamen. Orang tuaku sempat bingung aku tidak pernah mengeluh soal keuangan. Suatu hari aku ngamen di kompleks ABRI. Waktu itu ibuku sedang arisan di sana. Eh, teman ibuku tahu aku ngamen. Terus teman ibuku tanya sama ibu, "Anak ibu ngamen ya?" Aku terus dimarahi.

Bakat seniku memang menurun dari orang tuaku, kedua orang tuaku senang musik. Ibuku malah senang difoto, ayah senang lukis. Sewaktu kecil aku sudah punya piano. Di rumah terkadang berisik, kalau sedang waktu-waktu sholat sering dimarahi. Orang tuaku ketat dalam mendidik soal agama. Hasilnya, aku pernah mendapat juara adzan tingakt DKI ketika masih SD.

Masa kecilku akrab dengan harmonika. Dulu pernah dikasih harmonika merk Hero. Di depan kunci C dan di sisi lainnya kunc G. aku nggak belaajr secara khusus, karena harmonika kan tinggal niup saja. [Sumber : Bintang Indonesia] ***

Nah, kalau sudah dijadikan satu begini kan enak bacanya, tak perlu klak-klik :))

Perempuan Dalam Pasungan

Percikan air tujuh sumur yang bercampur d engan bunga tujuh rupa diguyurkan ke seluruh tubuhku. Dingin yang tiba-tiba menyengat kesadaranku...