Minggu, 04 September 2011

Rehat...


Aku tak bisa menulis bagus. Aku hanya suka menulis. Aku tak pernah belajar bagaimana menulis yang baik. Dan aku juga tidak tahu cara menulis yang baik. Aku hanya ingin berbincang dengan pena dan kertas, atau dengan keypad netbookku. Aku tak pernah benar-benar mau tulisanku dibaca orang. Namun terkadang aku rindu cacian ... Terkadang ada teman berkomentar atau sekedar bertanya saat sama-sama online. Terkadang ada salah paham dengan kekasih. Ah, semua membuat rindu. Rinduku akan menulis. Meski aku tak pernah ingin jadi Penulis. Meskipun imajiku tak bisa jauh memasuki pedalaman ruang dan gerak. Dan meskipun aku tak pernah bisa menulis dengan kalimat-kalimat yang indah dan rancak.

Sisa Kikil itu Aku biarkan di Sudut Bbirku..


Mengingatmu, ada perih, ada sepi,  ada airmata dan pasti ada banyak cinta. Aku tak tahu mengapa tiba-tiba mengingatmu. Mungkin karena lagu Chrisye yang tengah aku dengarkan. Atau mungkin karena kuatnya rasaku atasmu. Juga kuatnya rasamu atasku. Semua begitu melekat. Tak aus bahkan saat setelah kita saling ingkar.

Lontong Kikil, penganan dari kaki sapi yang biasanya dibumbu kare, soto atau hanya dimasak santan bumbu pedas. Masak kare salah satu favoritmu. Tengah kusantap kini. Tentu saja tanpa kamu. Tapi aromamu masih kental dalam ingatanku. Kikil, tak membuat gemuk, katamu waktu itu saat aku ogah-ogahan memakannya.

“kandungan kolesterolnya tidak banyak sayang, justru kikil sangat bagus buat persendian tulangmu”

“tapi lihat santannya”

“kita toh tidak memakannya tiap hari, kandungan selenium dan proteinnya juga tinggi”

Begitulah. Aku kemudian mulai menyukai Kikil. Kitapun menjadi sering datang ke pak tua ini lagi. Memesan Lontong Kikil sebagai menu makan malam kita. Berbincang hingga tengah malam. Terkadang kita bercanda dengan Pak Tua. Hingga Pak Tua meringkas tenda jualannya, kitapun baru beranjak.

Suatu ketika, kita makan lontong kikil lagi, di tempat yang berbeda. Aku merasai ada hal yang aneh, seperti ogah-ogahan memakannya. Saat pulang berulang kita berpapasan dengan orang berpakaian serba putih dan berbau harum.

“yang harum itu bau tubuhku sayang..” godamu  saat aku bilang sering mencium bau harum.

Beberapa hari terakhir, kita memang tak bisa berbincang hingga larut seperti biasanya. Bapakmu sakit kala itu. Kamu harus segera menjaganya di Rumah Sakit. Tak berapa lama sesampai aku di rumah, ponselku menunjuk ada sms masuk

“aku beli kikil lagi sayang, Bapak minta”

“ya sayang, semoga Bapak segera sembuh, sampaikan salamku untuknya” balasku

Lalu aku kembali membaca buku, menunggu kantuk datang. Selepas tengah malam, hampir dini, ponselku berbunyi lagi, ku lirik muncul nomer dan namamu dilayar, dan aku mengangkatnya

“Bapak meninggal Sayang…”

Dan itulah terakhir kita makan Kikil bersama. Juga bagimu.

Pada Suatu Ketika


Bau ini begitu anyir..
Aku melihat orang penuh sesak. Lantai yang basah dan kotor. Darah bercampur peluh. Lututku gemetar. Aku sangat ketakutan. Tiba-tiba aku menjadi lemas. Aku terduduk, aku melihat kawanku. Ia ketakutan sepertiku. Ia mengerang, marah dan kesakitan. Dan aku tersentak oleh dorongan tangan-tangan kasar yang memaksaku masuk dalam ruang kotor, penuh sesak, dan berbau anyir itu. Lalu tiba-tiba aku tak kuasa berjalan, bahkan berdiri. Mereka memukuliku. Aku tetap tak beranjak. Aku ingin berlari. Menerjang mereka. Lari sejauh yang aku bisa, asalkan menjauh dari ruang yang berbau anyir darah itu. Namun aku tak bisa, aku hanya terdiam. Duduk lemas dan sangat ketakutan.

Mereka lalu pergi. Aku harus lari, pikirku. Tetapi aku tak bisa bergerak. Aku mendengar banyak suara. Tiba-tiba mereka datang kembali dan menyiramku dengan berember-ember air. Aku sudah ketakutan dan sekarang aku kedinginan. Dalam lantai yang basah, mereka menyeretku. Sungguh, aku ingin sekali menggigit tangan-tangan yang menyeretku tanpa kenal kasihan itu. Dan Betapa besar inginku menendang tubuh-tubuh mereka. Tetapi ternyata rasa takutku lebih besar dibanding dengan rasa inginku, hingga akhirnya aku terseret masuk dalam ruang berbau anyir nan kotor dan basah itu. 

Perempuan Dalam Pasungan

Percikan air tujuh sumur yang bercampur d engan bunga tujuh rupa diguyurkan ke seluruh tubuhku. Dingin yang tiba-tiba menyengat kesadaranku...