Jumat, 21 Oktober 2011

Pengakuan



Jika Kau dewasa, bukalah kembali catatan ibumu ini. Ketika kau mulai mempertanyakan sebab kenapa, dan kau mulai meragukanku sebagi ibu dalam menyayangi kalian. Mungkin aku bukan ibu yang sempurna tetapi aku belajar menjadi ibu yang baik, ibu bagi kalian. Sepanjang ini aku masih belajar dan akan selamanya belajar. Saat Kau Farra lahir, juga saat kau Namira lahir, merupakan pengalaman pertamaku. Farra mengajarkanku menjadi ibu pertama kali, kau mengajarkanku bagaimana aku harus mengasihi tanpa pamrih, kecintaan yang sejati terlahir saat kau ada. Darimu aku belajar tentang kesabaran. Dan darimu aku juga belajar banyak hal. Namira...Saat kau lahir, kau mengajarkanku tentang berbagi. Berbagi tanpa harus mengurangi. Hadirmu memberiku banyak arti dan mengajarkanku tentang bagaimana kasih sayang begitu tulus adalah keindahan sebenarnya. Karena kalianlah aku belajar... Jika di perjalanan selanjutnya Kalian merasa aku terlalu mengguruimu, maka anakku maafkanlah ibumu ini, karena banyak yang belum ibu tahu, dan aku tidak ingin gagal menjadi ibu.

Hal tersulit bagiku adalah mengakui kekalahanku dalam menghadirkan kebersamaan, kebersamaanku dengan bapak kalian. Namun anakku aku terus belajar agar ketiadaanku bersama bapak kalian bukan menjadi halangan kebersamaan kalian bersama bapak kalian ataupun bersamaku.  Saat ini terjadi, usia kalian masihlah sangat dini. Tetapi aku sudah dan selalu membicarakannya dengan kalian. Aku harap kalian mengingatnya, walau sepotong. 

Rabu, 19 Oktober 2011

Pengen kawin..


"tarikannya kenceng mas..., berani berapa?"

Hadeh..kepalaku pusing. Adikku pengen kawin, pacarnya masih imut belum cukup umur. Dan dia menjadi super blingsatan.Setiap hari yang dia omongkan adalah ada si A yang manis di desa sebelah, ada si B yang lucu di sebelah sana, lalu ada si C yang genit di sudut yang lain. Aku makin pusing dengan silih bergantinya pilihan.

"kenapa pengen kawin?" tanyaku suatu waktu

"semua orang seusiaku sudah kawin" jawab adikku

Baginya kawin adalah siklus, yang menjadi keharusan dilakukan, karena pertimbangan-pertimbangan nilai sosial semata. Bagiku tidak. Perkawinan hanyalah bagian dari pilihan hidup yang dijalani. Pertimbangannya tentu saja sangat subyektif. Seperti halnya pilihan yang lain. Bagiku hidup adalah akibat dari pilihan. Takdir itu akibat bukan penyebab. Ketetapan hati adalah utama. Pada hatilah keputusan pilihan. Karena hati tak akan membiarkan kita berbuat kesalahan. Hanya terkadang hati sering tertutup pertimbangan lain yang menyesatkan.Tetapi tetap saja, ini adalah masalah pilihan.
 
Begitulah, karena semua teman sepantarannya sudah kawin, adikku juga pengen kawin. Semua hal rasional ataupun tak rasional adikku lakukan.Hingga akhirnya tawar menawar dengan makcomblangpun ia lakukan. Aduh, adikku kenapa berjudi dengan kebahagiaan bicaraku selalu untuknya.Aku tahu, menikah, yang walaupun dengan pilihan dan pertimbangan individu tidaklah menjadi jaminan kebahagiaan, atau sebaliknya, menikah dengan bantuan makcomblang juga bukan jaminan untuk tidak bahagia. Namun, memilih menikah hanya karena teman sepantaran sudah menikah semua adalah hal konyol.

Perempuan Dalam Pasungan

Percikan air tujuh sumur yang bercampur d engan bunga tujuh rupa diguyurkan ke seluruh tubuhku. Dingin yang tiba-tiba menyengat kesadaranku...