Percikan air tujuh
sumur yang bercampur dengan bunga tujuh rupa diguyurkan ke seluruh tubuhku.
Dingin yang tiba-tiba menyengat kesadaranku. Tak dapat ditahan oleh bebatan
kain jarit ibu. Lirih terdengar alunan
gamelan ritmis nan lembut dengan suara sang dalang yang kadang keras kadang
melembut bergantian mengukuhkan pijakanku. Mataku masih kupejam, Aku menghirup
aroma bunga tujuh rupa dalam-dalam. Berlahan mataku kubuka, kutangkap sekelumit
cahaya senja dari celah dinding bambu. Tubuhku makin menggigil, guyuran demi
guyuran diberikan bapak dan ibu bergantian.