Pengelolaan guru dan tenaga kependidikan
terkait erat dengan pelaksanaan UU no 22/1999 dan UU No 32/2004 tentang
pemerintahan daerah yang mengatur otonomi daerah serta PP No 25/2000 dan UU No
34/2003 yang menjadi dasar hukum desentralisasi pendidikan nasional. Selain itu pemerintah melalui 5 Kementerian yang terdiri
dari Kementrian Pendidikan Nasional (No.05/X/PB/2011), Kementrian Agama (No.11
Tahun 2011), Kementrian Keuangan (No.158/PMK.01/2011), Kementrian Dalam Negeri
(No. 48 Tahun 2011, dan Kementrian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi
Birokrasi (No. SPB/03/M.PAN-RB/10/2011) membuat peraturan bersama tentang
penataan dan pemerataan guru PNS. Sesuai dengan amanat Peraturan Bersama 5
Menteri tersebut dalam Pasal 4 ayat (1) dan (2), Gubernur, Bupati/Walikota
bertanggung jawab dan wajib melakukan penataan dan pemerataan guru PNS
antarsatuan pendidikan, antarjenjang, dan antarjenis pendidikan di satuan
pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah provinsi atau kabupaten/kota
yang kelebihan dan kekurangan guru PNS. Selanjutnya dalam Pasal 4 ayat (3) dan
(4) bahwa Gubernur, Bupati/Walikota mengkoordinasikan dan memfasilitasi
pemindahan guru PNS untuk penataan dan pemerataan guru PNS antarsatuan
pendidikan, antarjenjang, dan antarjenis pendidikan di wilayah kerjanya sesuai
dengan kewenangannya, ayat (5) Gubernur mengkoordinasikan dan memfasilitasi
antar satuan pendidikan, antar jenjang dan antar jenis pendidikan sesuai
kebutuhan dan kewenangannya untuk penataan guru antar kabupaten/kota dalam satu
wilayah provinsi. Dalam melakukan penataan dan pemerataan guru PNS antar satuan
pendidikan, antar jenjang dan antar jenis pendidikan berdasarkan pada analisis
kebutuhan dan persediaan guru sesuai dengan kebijakan standarisasi teknis yang
ditetapkan oleh Menteri Pendidikan Nasional (ayat 6).
Dalam mendukung kebijakan pemerintah
tersebut USAID PRIORITAS mengembangkan program pengembangan kapasitas dalam
Penataan dan Pemerataan Guru yang diberikan kepada daerah mitra. Program ini diberikan untuk membantu
kabupaten/kota dalam melakukan analisis kecukupan dan kebutuhan guru yang
hasilnya dipergunakan untuk membuat kebijakan penataan dan pemerataan guru.
Distribusi guru pada beberapa wilayah tidak merata dan belum sesuai kebutuhan
sehingga diperlukan pemerataan agar dapat meingkatkan kualitas pendidikan dari
aspek kecukupan guru dengan indikator dan ukuran yang jelas. Di samping itu, juga memberikan dampak kesejahteraan bagi
pendidik yang telah mendapatkan TPG (Tunjangan Profesi Guru) dimana mereka
mengajar di satuan pendidikan dengan beban kerja minimum 24 jam per minggu.
Kondisi ini menimbulkan masalah bagi pendidik yang memiliki bidang sertifikasi
pendidik berbeda dengan mata pelajaran yang diajarkan. Pemerintah menerbitkan
Permendikbud No. 62 Tahun 2013 tentang Sertifikasi Dalam Jabatan Dalam Rangka
Penataan dan Pemerataan Guru. Regulasi tersebut mengamanatkan bahwa guru
bersertifikat pendidik yang dipindahtugaskan untuk mengajar mata pelajaran lain
atau guru kelas tidak sesuai dengan sertifikat pendidiknya, akan diberikan
sertifikat pendidik kedua bagi guru dalam jabatan, melalui jalur PLPG, PPG dan
SKKT. Pendekatan lain apabila kekurangan guru kelas sesuai dengan Petunjuk
Teknis Pelaksanaan Peraturan Bersama 5 Menteri Tahun 2011 adalah (a)
pembelajaran kelar rangkap untuk daerah atau wilayah tertentu sesuai dengan
ketentuan yang berlaku, (b) menerima guru dari satuan pendidikan lain dari
kabupaten/kota yang sama atau kabupaten/kota yang lain, dan (c)
pengangkatan/rekruitmen guru baru.
Pada tahun 2012-2013, Kabupaten Blitar, yang merupakan salah
satu kabupaten mitra USAID PRIORITAS, mendapatkan pendampingan dalam menerapkan
program penataan dan pemerataan guru. Hasil utama dari kegiatan tersebut
diataranya adalah teridentifikasi jumlah kekurangan guru. Jumlah kekurangan guru kelas PNS adalah (-1.066) orang
atau (-1194 orang jika PNS yang pensiun 2013 diperhitungkan), tetapi jika
dengan memperhitungkan keterlibatan GTT guru kelas, maka jumlah kekurangan guru
kelas sebanyak (-183) orang atau (-311 jika dengan memperhitungkan jumlah guru
kelas yang pension pada Tahun 2013). Dari 222 SD (41% dari total jumlah SD)
memiliki jumlah siswa rata-rata 16 siswa atau kurang (yang berada di bawah
setengah dari standar pelayanan minimum/SPM)
Kekurangan
guru kelas yang sangat banyak tersebut karena menggunakan bahan pertimbangan
Standart Pelayanan Minimal (SPM) Pendidikan Dasar, dimana setiap SD/MI harus
tersedia 1(satu) orang guru untuk setiap 32 peserta didik dan 6 (enam) orang
guru untuk setiap satuan pendidikan. Kabupaten Blitar memiliki sekolah kecil
(<1/2 SMP), dan disisi lain terdapat kebijakan dalam SPM Pendidikan Dasar
untuk daerah khusus (“sekolah terpencil/terisolir/terluar) cukup tersedia 4
(empat) orang guru per satuan pendidikan. Yang dimaksud dengan sekolah kecil adalah
sekolah dengan jumlah siswa secara keseluruhan kurang dari 60-72 orang.
Dari
kondisi tersebut kemudian melalui konsultasi publik yang diadakan Dinas Pendidikan dengan SKPD dan stakeholder terkait beserta DPRD dan Dewan Pendidikan melahirkan keputusan Kebijakan antara lain: (a) Pelaksanaan
pengelolaan sekolah kecil (kelas rangkap/multigrade)
dengan diterbitkannya peraturan Bupati; (b) Pelaksanaan regrouping sekolah
kecil yang memenuhi persyaratannya dan dengan menerbitkan peraturan Bupati; dan
(c) Redistribusi guru sesuai dengan kebutuhan. Untuk jenjang SMP: (a)
Redistribusi Guru Mapel [Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris., IPA, IPS,
Matematika & PKn] dengan SK Kepala Dinas Pendidikan/ Peraturan Bupati; dan
(b) Alih Fungsi Guru Mapel SMP menjadi Guru Kelas/ Mapel Jenjang SD.
Dari
Kebijakan tersebut, pengeloaan kelas rangkap yang menjadi salah satu alternatif kebijakan untuk sekolah dasar mulai dilakukan pada tahun
2013 dengan memilih sekolah piloting sebanyak 4 sekolah, memberinya pelatihan beserta pendampingan. Kemudian dari 4 sekolah tersebut dikembangkan menjadi 40
sekolah yang lain pada tahun 2015 dan menjadi 60 sekolah pada akhir tahun 2016.
Sedangkan kebijakan regrouping sekolah sedang akan dilakukan pada tahun 2016.
Pembelajaran Kelas Rangkap (PKR) mampu menghemat sekitar 150 orang guru (untuk 50 sekolah), jika harus
mengangkat guru baru dengan menempatkan K2 yang sebagian besar Golongan II b
atau II c lulusan D2 dan D3 dengan gaji pokok Rp 1.750.000 per bulan berarti
negara mengeluarkan pembiayaan sebesar Rp. 262.500.000 per bulan atau Rp. 3,15
milyar per tahun dan pemkab tidak melakukan ini. Saat ini jumlah K2 yang diangkat kab. Blitar
sekitar 315 orang (lulusan D2, D3, S1 PGSD dan S1 mapel) dan tidak ditempatkan
di sekolah kecil tetapi di sekolah besar yang kekurangan guru kelas dan mapel
akibat pensiun. Data 2016 kekurangan guru PNS sebanyak 600-an orang dengan
basis perhitungan rasio siswa rombel 1:20, dan jumlah kekurangan guru membesar
menjadi lebih dari 1100 guru jika
menggunakan kriteria SPM; rasio guru kelas dengan rombel 1 dibanding 1
(Dapodik, 2016)
Sedangkan dari tinjauan Sarana Prasarana untuk sekolah kecil ketercukupan Ruang Kelas adalah sebanyak 4 buah, jika sekolah
tersebut ruang kelasnya rusak semua maka dibuatkan Ruang Kelas Baru dengan
jumlah maksimal 4 ruang kelas yang baik setiap sekolah kecil, sehingga
menghemat 2 RKB per sekolahan tidak perlu menyediakan 6 ruang kelas. Nilai
Harga satu Ruang Kelas Baru sebesar Rp 121.750.000 (DAK
2015) sehingga satu sekolah berhemat Rp 243.500.000.
Berdasarkan
kalkulasi yang dilakukan USAID Prioritas dari data diatas maka jika 50 sekolah yang menyelenggarakan
PKR tidak memerlukan tambahan Ruang Kelas Baru secara keseluruhan, maka dari segi sarana dan prasarana, program
Pembelajaran Kelas Rangkap (PKR) mampu berhemat sebanyak Rp 12,175 milyar
Dari praktik baik tersebut, hal apa yang mengahalangi pelaksanaan Pembelajaran Kelas Rangkap? ..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar