Sabtu, 25 Juli 2020

Kuburan





Model Kuburan di Sumba
Aku tersadar dan menemukan diriku terjebak dalam ruang sempit yang mengunci tubuhku tunduk tanpa gerak. Tak sekelumitpun cahaya dapat kutangkap. Pengar pengap menyerang hidungku. Oksigen didalamnyapun seolah raib, seakan hampa,  nafasku makin sesak. Aku meronta sekuat tenaga, tanganku mencoba meraih batas-batas disekitarku, tetapi seolah ada tangan yang  lebih besar menahanku, aku tak bisa bergerak. Tanganku seolah dicengkeram seribu tangan dengan kekuatan berlipat.  Aku mulai panik, kakiku menendang-nendang tak beraturan, ke atas, ke samping, atau entah kemana lagi, aku hanya berusaha membuat kegaduhan, dan mencoba keluar dari tempat gelap pengap yang membuatku sulit bernafas ini.

Dalam serak aku mencoba berteriak. Namun, hanya suaraku yang bisa kudengar. Aku berteriak sekeras yang aku bisa “ Hai!” “Haloooo!!” tak ada sahutan. Suaraku hanya kembali dalam gema.  Tak ada suara lain selain suaraku.  Semuanya sunyi, hening, bahkan suara gerak anginpun tak kudengar.

Aroma kembang menguar tipis tercium bercampur dengan aroma dupa dan bunga kamboja. Aku merinding dalam suasana mistis yang mendadak membuat seluruh bulu kudukku berdiri. Aku menggigil. Gigil ketakutan yang tak terbayangkan sebelumnya. Apakah aku terjebak dalam lubang satu kali dua meter dengan gundukan tanah diatasku dan batu nisan sebagai penandaku? Apakah aku telah merasakan masuk dalam keranda dengan empat orang memikulnya, berjalan tertatih dengan menyebarkan beras kuning disepanjang jalan yang dilaluinya? “Oh, tidak!!!!” Aku seketika tersadar dengan situasiku. Sekuat tenaga aku berteriak “aku masih hidup!”  “Jangan tinggalkan aku!”  “Keluarkan aku dari sini!”

Sidoarjo, 15 Juli 2020
#kelasmenuliscerpen
#padmediapubliser

Perempuan Dalam Pasungan

Percikan air tujuh sumur yang bercampur d engan bunga tujuh rupa diguyurkan ke seluruh tubuhku. Dingin yang tiba-tiba menyengat kesadaranku...