Selasa, 22 November 2016

Ikan - Ayo makan Ikan



Siang ini, saya mengikuti tim EGRA (Early Grade Reading Assesment). Kegiatan ini hanya diperuntukkan bagi siswa jenjang SD/MI khususnya kelas-3. Assesment dilakukan dengan membagi beberapa kelompok, dimana masing-masing anak akan diberi beberapa bacaan oleh asesor untuk melihat kelancaran anak membaca, memahami makna bacaan, dan penguasaan kosakata baik kosakata umum maupun kosakata yang jarang dipergunakan. Tim ini kebetulan sedang melakukan pengukuran dibeberapa sekolah tempat distrik saya bekerja. Saya berada pada ruang pasca assesment dimana dalam ruangan tersebut anak-anak yang telah selesai tes membaca (istilah saya untuk mempermudah penyebutan EGRA) diberi beberapa bacaan selain juga beberapa kegiatan menarik lain seperti mewarnai maupun menemukan jejak yang dapat dipergunakan sambil menunggu teman-teman mereka selesai dilakukan pengukuran. Begitulah awalnya. Saya menyimak seorang anak yang bernama Larisa membaca. Dia sedang membaca sebuah buku cerita yang berisi kumpulan cerita. Pada setiap akhir sebuah judul cerita, saya mengajaknya menceritakan kembali apa yang dia baca. Mulai nama tokoh sampai pada beberapa hal menarik dalam cerita tersebut, hingga samapailah pada sebuah cerita yang berjudul Ikan Tilapia. Dalam hati saya sibuk membongkar memori saya tentang jenis ikan satu ini, hingga saya kurang mencerna bagaimana jalan cerita yang dibaca Larisa. Namun seberapapun saya menjelajah sekat-sekat memori otak saya, saya tetap tidak menemukan bahasa lain untuk ikan jenis ini, hingga Larisa menyelesaikan bacaannya. 

               Seperti pada cerita sebelumnya, saya menanyakan jalan cerita dan nama tokoh cerita tersebut, hingga muncul satu pertanyaan dari Larisa. Pertanyaan yang saya takutkan dari awal ..
"Bu, Ikan Tilaipia itu apa? apakah ikan Tilapia ini bisa dimakan?" tanyanya polos.
Dan saya tidak punya jawaban. Kemudian saya katakan padanya... 
"Oh iya Larisa ingin tahu ya apakah ikan yang dijauhi teman-temannya karena sisiknya berwarna silver ini bisa dimakan atau tidak?" tanyaku menutupi resah
"iya bu..." jawabnya
"Oke sayang, mari kita lihat dalam cerita yang kamu baca tadi, apakah diceritakan ikan ini bisa dimakan atau tidak" kataku sambil mengajaknya kembali melihat cerita yang dia baca. 
Namun seperti yang tadi kudengar, tidak ada kalimat yang menerangkan ikan ini sebenarnya ikan apa. Kemudian saya mengajak Larisa mencari sumber lain untuk menjawab keingintahuannya.
"Karena di buku ini tidak ada tulisan apakah ikan ini bsa dimakan atau tidak, mari kita coba bertanya pada mbah google ya sayang, Larisa pernah membuka internet dan mencari sesuatu melalui google?" tanyaku ..
"Belum Bu.." jawabnya
Kemudian saya mengambil smartphone saya. Saya memberitahunya tentang internet maupun google serta mengajarinya membuka dan menjelajah google kemudian mengetikkan kata kunci untuk hal yang ingin dia ketahui. Serta memesankan kepadanya jika melakukannya di rumah harus dengan pengawasan Bapak atau Ibu nya.

Dan saya menemukan hal yang kemudian membuat saya resah. Pada beberapa artikel dijelaskan bahwa ikan Tilapia adalah iakn Nila dan teman sebangsanya Mujahir. Namun bukan jenis ikannya yang membuat saya resah namun munculnya beberapa artikel yang menyebutkan tentang bahayanya mengkonsumsi ikan jenis ini. http://www.solusitipskesehatan.com/2016/06/pesan-dari-dokter-stooppppp-mulai-hari.html. http://eberita.org/jangan-makan-ikan-talapia-jenis-ini/. Dalam artikel tersebut salah satunya disebutkan bahayanya adalah bersifat karsiogenik dan tidak disarankan untuk menu diet dan sebagainya. Saya gusar dan mencoba tidak mempercayai artikel ini. Dan dalam hati kecil saya berdoa semoga artikel tersebut hanyalah artikel salah tulis atau artikel-artikel yang kurang didukung ke-ilmiahannya. Kemudian saya mulai mencari beberapa artikel serupa yang dari beberapa artikel yang saya temukan tidak saya temukan varian bahasan dan sumber-sumber yang terpercaya. Jika dalam artikel tersebut disebutkan tentang penelitian, namun tidak dijelaskan juga dilakukanoleh siapa, dimana dengan methode apa dan sebagainya. Kemudian tanya saya berlanjut pada pencarian manfaat dan kandungan gizi Ikan Nila. http://www.tipscaramanfaat.com/kandungan-gizi-dan-manfaat-ikan-nila-mujaer-bagi-kesehatan-1401.html. Dalam artikel tersebut dijelaskan beberapa manfaat dan kandungan Ikan Nila yang semuanya bertentangan dengan artikel-artikel yang kubaca terdahulu.

Sampai kemudian tulisan ini saya buat, saya masih belum tahu kebenaran dua artikel yang berbeda tersebut. Namun saya memilih mempercayai artikel yang terakhir. Bukan karena pertimbangan-pertimbangan ilmiah, namun karena saya penyuka ikan, baik ikan air tawar maupun ikan laut, Semenjak saya diet dagimg merah, saya melahap semua jenis ikan. Walaupun saya sedikit terguncang dengan artikel yang saya baca, namun sepertinya saya masih akan meneruskan diet daging merah dan meneruskan mencintai makanan ikan-ikanan. Saya kemudian mengingat kembali buku Dusta Industi pangan, menelusur jejak Monsanto dan buku Tipuan Pangan (belum selesai saya baca). Jaring-jaring librium dalam labirin otak saya memutar merayap mencoba menata helai dalam kait mengkait jaringnya adakah kaitan dianataranya. Saya akan mencari tahu tentu saja. Dan segera saya ingin menyelesaikan bacaan saya dan menuliskannya kembali nanti disini kelak saat saya telah menemukan jawabannya atau minimal setelah saya selesai membaca buku yang bahkan sekarang judulnyapun saya tidak mengingatnya secara penuh.

Larisa, terima kasih untuk menjelajahkan fikir saya pada jemu olah pikir dan menyibukkan saya pada cemas Ikan Nila. Saya tetap meneriakkan, Jangan takut makan Ikan. Kamu?

Senin, 07 November 2016

Pembelajaran Aktif, Kreatif dan Menyenangkan -PAKEM



Beberapa waktu yang lalu, saya melakukan kunjungan ke sekolah dan melakukan pengamatan kelas, sebagai bagian dari tugas pekerjaan saya. Kali ini saya berkunjung ke sebuah sekolah jenjang SD/MI di Kabupaten Blitar di wilayah Kecamatan Sutojayan. Sekolah ini dibangun diatas lahan yang menggentong, nampak sempit di luar dan lebih luas pada bagian dalamnya. Begitu masuk semacam lorong yang tidak begitu lebar namun cukup leluasa untuk sebuah kendaraan roda empat, nampak berjejer ruang-ruang kelas yang dipergunakan sebagai ruang kelas 1-3. Pada ujung kanan membentuk huruf, ruangan dipergunakan sebagai ruang Kepala sekolah yang bersebelahan dengan ruang perpustakaan sekolah yang sekaligus difungsikan sebagai ruang pertemuan. Pada sebelah kiri terdapat Mushola sederhana namun cukup bersih dan terawat. Pada bagian belakang Mushola terdapat empat kamar mandi dan tempat wudhu.Pada samping mushola, agak menjorok ke belakang, berdiri bangunan bertingkat yang dipergunakan sebagai ruang kelas 4-6 dengan halaman cukup luas, lebih luas dari halaman sisi kanan. Pada tempat inilah anak-anak lebih banyak bermain.

Hari itu, saya masuk ke dalam dua kelas, kelas 1 pada jam pertama dan ke-dua pembelajaran yang kemudian saya lanjutkan pada jam ke-tiga dan ke-empat pembelajaran pada kelas 5. Secara umum, saya merasa senang mengikuti 2 sessi pembelajaran tersebut. Guru-gurunya luar biasa, mereka terlihat mempersiapkan pembelajaran hari itu dengan baik, siswa bersemangat mengikuti pembelajaran. Seperti yang terlihat di kelas 5 saat pelajaran IPA, mengetahui sifat benda, tampak siswa aktif melakukan percobaan berbagai benda yang mereka bawa dari rumah. Kepala Sekolah juga ramah mempersilahkan saya mengikuti pembelajaran dan lingkungan kelas penuh dengan karya-karya siswa. Tidak hanya itu, pada beberapa bagian lorong sisi bangunan nampak tertempel tulisan-tulisan siswa, seperti puisi, cerita pendek, dan hasil review buku yang mereka baca.


Begitu juga saat di kelas 1, siswanya terlihat belajar membaca, menulis, mengenal kata dan membuatnya menjadi kalimat-kalimat seperti yang mereka pikirkan dengan riang gembira. Bahkan, ketika jam pembelajaran usai banyak diantara mereka yang masih ingin meneruskan pembelajaran. Rengekan manja khas anak-anak serta merta memenuhi ruangan begitu guru meeka memberitahu bahwa jam pembelajaran akan segera berakhir. 


Sebelum saya meninggalkan ruang kelas, ada hal menarik yang saya temukan pada salah satu karya siswa yang dipajang pada salah satu dinding kelas.  Pada Lembar Kerja siswa guru memberi perintah untuk memilih salah satu gambar dari tiga gambar yang disediakan, kemudian mewarnai dan menceritakan tentang gambar yang dipilih tersebut. Pada beberapa siswa, yang memilih gambar ke-tiga, dimana tampak terlihat terdiri dari dua orang dewasa, laki-laki dan perempuan, dengan seorang anak.   jawaban hampir seragam, hanya dengan kalimat-kalimat yang berbeda, Berikut seperti yang sempat saya potret, pada sebagian besar hasil jawaban siswa. Terlihat disamping adalah karya Bagus Nur Ariani yang luar biasa. Siswa kelas 1 ini sudah mampu menerjemahkan gambar dan menuliskan dengan bahasanya sendiri. Dia menggambarkan gambar tersebut sebagai gambar seorang anak yang bernama Fifi sedang berpamitan dengan kedua orang tua nya. Dan ini luar biasa, untuk anak seumurannya.


Namun ada satu hasil siswa yang tidak sama, dan menurut saya tidak kalah menarik. Dia membuat tulisan lebih panjang, walaupun masih banyak yang harus diperbaiki, misalnya antar kata masih banyak yang belum dipisah, kemudian huruf besar kecinya juga masih banyak yang masih harus perlu bimbingan, tetapi hal tersebut bisa diperbaiki sambil jalan dan perlu pembiasaan. Namun saya melihat bagaimana seorang anak usia 7-8 th bisa menangkap maksud gambar dan menuliskannya sedemikian hingga, ini sangat menarik. Dia memulai dengan memperkenalkan bahwa gambar lelaki itu adalah ayahnya. Kemudian dia memperkenalkan nama ayahnya. Begitu juga gambar perempuan dan gambar seorang anak. Setelah memperkenalkan maksud masing-masing gambar si anak terbut menjelaskan bahwa keluarga tersebut sangat rukun. Saya menduga karena dalam gambar tersebut tampak gambar lelaki yang tangannya berada di bahu gambar perempuan, jadi kemudian dimaknai sebagai keluarga rukun. Kemudian dia menceritakan kesukaan masing-masing.

Apakah hasil pekerjaan siswa ke dua salah? Menurut saya tidak. Justru disinilah letak dimana kita mulai mengajarkan tentang kreatifitas berpikir anak. Mereka boleh memaknai apa saja yang tampak pada gambar, mungkin memang yang masih harus diluruskan adalah cara menulis, kosa kata, cara penulisan, huruf besar kecil, tanda baca dan lain sebagainya.
 Berbeda itu indah. Sepakat??

Belajar dengan menyenangkan, tidak harus seragam bukan? Dan sebenarnyalah mereka anak-anak yang sangat hebat.

Minggu, 06 November 2016

Malaikat Lereng Tidar - Remy Sylado



Buku karya Remy Sylado yang di terbitkan oleh Kompas Media Nusantara tahun 2014 ini sebenarnya sudah cukup lama saya beli. Belum sempat saya selesai membacanya, buku ini sudah dipinjam seorang kawan, dan baru beberapa waktu yang lalu kembali.  Remy  Sylado, adalah salah seorang pengarang favorit saya. Saya menyukai gaya Bahasa ringan dengan selalu menyertakan Belanda dan Jawa menjadi bagian besar setting kejadian, tema cerita, atau bahkan keseluruhan cerita atau menjadi beberapa tokoh cerita.  Buku setebal 542 halaman ini terdiri dari banyak Bab yang masing-masing Bab hanya berisi 3-4 halaman bahkan ada beberapa bab yang hanya berisi selembar halaman. Bisa jadi, ini bukan bab dalam artian seperti bab dalam buku-buku pada umumnya. Bisa jadi, yang saya sebut bab ini hanya highlight pengarang tanpa meninggalkan kesan runtut sebuah cerita, dan selanjutnya saya tetap menyebutnya sebagai bab.  Satu lagi yang saya sukai dari buku ini adalah pada bagian akhir bab disertakan quotes yang menarik, beberapa diantaranya saya pergunakan sebagai status facebook maupun caption IG saya. Seperti misalnya, Jelaga paling jelaga barangkali bukan di mata tapi di mulut (hal. 254) Pada bab Prabu Dewa Srani. Prabu Dewa Srani ini merupakan anak Bathari Durga dalam dunia pewayangan. Prabu Dewa Srani mempunyai sifat dan perwatakan serakah, bengis, kejam dan suka membuat usil dan mau benarnya sendiri, mungkin karena itulah Remy Sylado menggunakannya untuk judul bab ini. Pada bab ini memang diceritakan bagaimana Ibu tokoh utama, Toemirah, saat hamil lima bulan, dimana ayah tokoh utama Jehezkiel atau Jez Malikul sedang menjadi serdadu Belanda pada perang Aceh. Toemirah yang sedang hamil masih tetap diinginkan oleh Soembino, seorang juragan yang sudah memiliki tujuh istri, dan seorang yang jika memiliki keinginan tidak segan untuk menculik, membunuh, atau membakar. Soembino disini oleh Remy Sylado menjadi perwujudan tokoh Prabu Dewa Srani.  Pada bab-bab lain dan hampir seluruh bab dalam buku ini merupakan kisah bagaimana Soembiono berperilaku anarkhis, menyuap pejabat, mencoba memperkosa Toemirah, menghasut, membayar preman, dan membabi buta melaksanakan aksi balas dendam terhadap Toemirah yang telah menolak cinta nya.

Buku ini merupakan cerita Ny. Jezmira Van Versege yang sedang mencari riwayat nenek buyutnya. Jezmira tinggal di Belanda, dimana nenek buyutnya adalah orang Indonesia yang tinggal di lereng Tidar, Magelang. Dari sinilah cerita ini bergulir. Bab per bab menceritakan bagaimana sosok Jezmira lahir. Ibu ayah Ibu Jezmira adalah orang Indonesia asli yang kemudian memilih tinggal di Belanda. Ibu Jezmira, Toemirah digambarkan sebagai sosok jelita pegunungan.Ayah Jezmirah, Jehezkiel, orang Minahasa yang menjadi serdadu dan dikirim dalam Perang Aceh. Diceritakan bagaimana kejelitaan Toemirah hingga bertemu Jez Maliku, dan jatuh cinta pada pandangan pertama, juga tentang perkawinan, lahirnya jezmira, juga bagaimana tercerai berainya Toemirah dan Jez Maliku.
Seperti  novel-novel Remy Sylado yang lain, penggambaran sejarah begitu kuat dalam novel ini. novel ini  dilatar belakangi penggambaran masa jaman penjajahan Belanda. Remy sylado begitu detail memberi gambaran tentang kehidupan masyarakat pada masa tersebut, juga bagaimana prilaku polisi yang dalam buku ini disebut dengan hamba wet atau opas. Pada beberapa bagian Remy Sylado menyertakan sumber penggunaan istilah seperti dalam bab Karena kita Miskin. Dalam menulis novel, Remy mengandalkan riset. Untuk menulis novel berlatar belakang penjajahan Belanda, Parijs Van Java (saya akan menuliskan resensinya secara terpisah lain waktu) misalnya, ia mengadakan penelitian khusus di Utrecht, Belanda.

Dalam bab Perkara Bisa Diatur dituturkan bagaimana Soembiono berkeinginan menghancurkan Toemirah dengan memanfaatkan Agen polisi Wage. Dendam Soembiono menebar kebencian dengan mengumbar kekerasan dan malapetaka bagi hidup Toemirah. Soembiono menganggap uang dapat membeli apapun dan siapapun.  Soembiono pun menyusun rencana culasnya dan membayar agen polisi Wage untuk melaksanakan rencana-rencana balas dendamnya Pada akhir bab ini ditulis, keyakinan yang tahan kritik barangkali mesti dibangun dari kesalahan langkah, sebab matahari setia muncul di timur tapi puisi mengubah realitas kosmik. Pada bagian selanjutnya, diceritakan bagaimana kemudian Toemirah ditangkap polisi, sampai kemudian Jez Maliku di penjara demi membela martabat sang istri, hasil perilaku culas Soembiono yang menyogok Tuan Overste, pengakuan cowek yang selama ini menjadi anak buah Soembiono dan bagaimana ayah Toemirah, Ngatiman, benar-benar membakar rumah Soembiono.
Sebagai seorang novelis, Remy Sylado memiliki kelebihan tertentu. Ia menguasai beberapa bahasa asing, termasuk Mandarin, Jepang, Arab, Yunani, dan Belanda. Keahliannya tersebut juga dia selipkan pada beberapa istilah dalam novel ini. Pada satu bab Jo Anak Mama Remy Sylado banyak menggunakan Bahasa Minahasa berbentuk resitatif
Sa en kure anyo
Ro ‘na pe’ me’taled
Wo camu ro’nape’
Rumuru a se toyaan

--Jika periuk tanah ini/masih bisa dipersatukan kembali/barulah engkau boleh/ mendatangi kembali anakmu—

Pada Epilog novel ini dituturkan Remy Sylado bahwa Indonesia kini tengah terjadi kejahatan kemanusiaan yang amat serius justru karena padahan kata “menyamakan persepsi’ itu. Darinya berulangkali terjadi pelecehan structural terhadap kemanusiaan, dan di sana negara selalu absen (hal 538). Juga ditulis bagaimana tokoh utama bangga disebut oleh suaminya sebagai orang Indonesia, dan merasakan rindu untuk kembali pulang ke Indonesia.

Terang bulan terang di hati barangkali
Karena cinta sejati adalah cinta ilahi
Turun dari sorga ke dalam sekat nurani
Takkan terkalahkan oleh ancaman maut.

**
Percaya hanya ada barangkali
Dalam kebebasan berkata lugu

Sisanya ada dalam kebingungan, mencari dan tidak menemukan.

Sabtu, 05 November 2016

Penataan dan Pengelolaan Guru di Kabupaten Blitar





Pengelolaan guru dan tenaga kependidikan terkait erat dengan pelaksanaan UU no 22/1999 dan UU No 32/2004 tentang pemerintahan daerah yang mengatur otonomi daerah serta PP No 25/2000 dan UU No 34/2003 yang menjadi dasar hukum desentralisasi pendidikan nasional. Selain itu pemerintah melalui 5 Kementerian yang terdiri dari Kementrian Pendidikan Nasional (No.05/X/PB/2011), Kementrian Agama (No.11 Tahun 2011), Kementrian Keuangan (No.158/PMK.01/2011), Kementrian Dalam Negeri (No. 48 Tahun 2011, dan Kementrian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (No. SPB/03/M.PAN-RB/10/2011) membuat peraturan bersama tentang penataan dan pemerataan guru PNS. Sesuai dengan amanat Peraturan Bersama 5 Menteri tersebut dalam Pasal 4 ayat (1) dan (2), Gubernur, Bupati/Walikota bertanggung jawab dan wajib melakukan penataan dan pemerataan guru PNS antarsatuan pendidikan, antarjenjang, dan antarjenis pendidikan di satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah provinsi atau kabupaten/kota yang kelebihan dan kekurangan guru PNS. Selanjutnya dalam Pasal 4 ayat (3) dan (4) bahwa Gubernur, Bupati/Walikota mengkoordinasikan dan memfasilitasi pemindahan guru PNS untuk penataan dan pemerataan guru PNS antarsatuan pendidikan, antarjenjang, dan antarjenis pendidikan di wilayah kerjanya sesuai dengan kewenangannya, ayat (5) Gubernur mengkoordinasikan dan memfasilitasi antar satuan pendidikan, antar jenjang dan antar jenis pendidikan sesuai kebutuhan dan kewenangannya untuk penataan guru antar kabupaten/kota dalam satu wilayah provinsi. Dalam melakukan penataan dan pemerataan guru PNS antar satuan pendidikan, antar jenjang dan antar jenis pendidikan berdasarkan pada analisis kebutuhan dan persediaan guru sesuai dengan kebijakan standarisasi teknis yang ditetapkan oleh Menteri Pendidikan Nasional (ayat 6).


Dalam mendukung kebijakan pemerintah tersebut USAID PRIORITAS mengembangkan program pengembangan kapasitas dalam Penataan dan Pemerataan Guru yang diberikan kepada daerah mitra.  Program ini diberikan untuk membantu kabupaten/kota dalam melakukan analisis kecukupan dan kebutuhan guru yang hasilnya dipergunakan untuk membuat kebijakan penataan dan pemerataan guru. Distribusi guru pada beberapa wilayah tidak merata dan belum sesuai kebutuhan sehingga diperlukan pemerataan agar dapat meingkatkan kualitas pendidikan dari aspek kecukupan guru dengan indikator dan ukuran yang jelas. Di samping itu, juga memberikan dampak kesejahteraan bagi pendidik yang telah mendapatkan TPG (Tunjangan Profesi Guru) dimana mereka mengajar di satuan pendidikan dengan beban kerja minimum 24 jam per minggu. Kondisi ini menimbulkan masalah bagi pendidik yang memiliki bidang sertifikasi pendidik berbeda dengan mata pelajaran yang diajarkan. Pemerintah menerbitkan Permendikbud No. 62 Tahun 2013 tentang Sertifikasi Dalam Jabatan Dalam Rangka Penataan dan Pemerataan Guru. Regulasi tersebut mengamanatkan bahwa guru bersertifikat pendidik yang dipindahtugaskan untuk mengajar mata pelajaran lain atau guru kelas tidak sesuai dengan sertifikat pendidiknya, akan diberikan sertifikat pendidik kedua bagi guru dalam jabatan, melalui jalur PLPG, PPG dan SKKT. Pendekatan lain apabila kekurangan guru kelas sesuai dengan Petunjuk Teknis Pelaksanaan Peraturan Bersama 5 Menteri Tahun 2011 adalah (a) pembelajaran kelar rangkap untuk daerah atau wilayah tertentu sesuai dengan ketentuan yang berlaku, (b) menerima guru dari satuan pendidikan lain dari kabupaten/kota yang sama atau kabupaten/kota yang lain, dan (c) pengangkatan/rekruitmen guru baru.

Pada tahun 2012-2013, Kabupaten Blitar, yang merupakan salah satu kabupaten mitra USAID PRIORITAS, mendapatkan pendampingan dalam menerapkan program penataan dan pemerataan guru. Hasil utama dari kegiatan tersebut diataranya adalah teridentifikasi jumlah kekurangan guru. Jumlah kekurangan guru kelas PNS adalah (-1.066) orang atau (-1194 orang jika PNS yang pensiun 2013 diperhitungkan), tetapi jika dengan memperhitungkan keterlibatan GTT guru kelas, maka jumlah kekurangan guru kelas sebanyak (-183) orang atau (-311 jika dengan memperhitungkan jumlah guru kelas yang pension pada Tahun 2013). Dari 222 SD (41% dari total jumlah SD) memiliki jumlah siswa rata-rata 16 siswa atau kurang (yang berada di bawah setengah dari standar pelayanan minimum/SPM)

Kekurangan guru kelas yang sangat banyak tersebut karena menggunakan bahan pertimbangan Standart Pelayanan Minimal (SPM) Pendidikan Dasar, dimana setiap SD/MI harus tersedia 1(satu) orang guru untuk setiap 32 peserta didik dan 6 (enam) orang guru untuk setiap satuan pendidikan. Kabupaten Blitar memiliki sekolah kecil (<1/2 SMP), dan disisi lain terdapat kebijakan dalam SPM Pendidikan Dasar untuk daerah khusus (“sekolah terpencil/terisolir/terluar) cukup tersedia 4 (empat) orang guru per satuan pendidikan.  Yang dimaksud dengan sekolah kecil adalah sekolah dengan jumlah siswa secara keseluruhan kurang dari 60-72 orang.

Dari kondisi tersebut kemudian melalui konsultasi publik yang diadakan Dinas Pendidikan dengan SKPD dan stakeholder terkait beserta DPRD dan Dewan Pendidikan melahirkan keputusan Kebijakan antara lain: (a) Pelaksanaan pengelolaan sekolah kecil (kelas rangkap/multigrade) dengan diterbitkannya peraturan Bupati; (b) Pelaksanaan regrouping sekolah kecil yang memenuhi persyaratannya dan dengan menerbitkan peraturan Bupati; dan (c) Redistribusi guru sesuai dengan kebutuhan. Untuk jenjang SMP: (a) Redistribusi Guru Mapel [Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris., IPA, IPS, Matematika & PKn] dengan SK Kepala Dinas Pendidikan/ Peraturan Bupati; dan (b) Alih Fungsi Guru Mapel SMP menjadi Guru Kelas/ Mapel Jenjang SD.


Dari Kebijakan tersebut, pengeloaan kelas rangkap yang menjadi salah satu alternatif kebijakan untuk sekolah dasar mulai dilakukan pada tahun 2013 dengan memilih sekolah piloting sebanyak 4 sekolah, memberinya pelatihan beserta pendampingan. Kemudian dari 4 sekolah tersebut dikembangkan menjadi 40 sekolah yang lain pada tahun 2015 dan menjadi 60 sekolah pada akhir tahun 2016. Sedangkan kebijakan regrouping sekolah sedang akan dilakukan pada tahun 2016.

Pembelajaran Kelas Rangkap (PKR) mampu menghemat sekitar 150 orang guru (untuk 50 sekolah), jika harus mengangkat guru baru dengan menempatkan K2 yang sebagian besar Golongan II b atau II c lulusan D2 dan D3 dengan gaji pokok Rp 1.750.000 per bulan berarti negara mengeluarkan pembiayaan sebesar Rp. 262.500.000 per bulan atau Rp. 3,15 milyar per tahun dan pemkab tidak melakukan ini.  Saat ini jumlah K2 yang diangkat kab. Blitar sekitar 315 orang (lulusan D2, D3, S1 PGSD dan S1 mapel) dan tidak ditempatkan di sekolah kecil tetapi di sekolah besar yang kekurangan guru kelas dan mapel akibat pensiun. Data 2016 kekurangan guru PNS sebanyak 600-an orang dengan basis perhitungan rasio siswa rombel 1:20, dan jumlah kekurangan guru membesar menjadi lebih dari 1100 guru jika  menggunakan kriteria SPM; rasio guru kelas dengan rombel 1 dibanding 1 (Dapodik, 2016)

Sedangkan dari tinjauan Sarana Prasarana untuk sekolah kecil ketercukupan Ruang Kelas adalah sebanyak 4 buah, jika sekolah tersebut ruang kelasnya rusak semua maka dibuatkan Ruang Kelas Baru dengan jumlah maksimal 4 ruang kelas yang baik setiap sekolah kecil, sehingga menghemat 2 RKB per sekolahan tidak perlu menyediakan 6 ruang kelas. Nilai Harga satu Ruang Kelas Baru sebesar Rp 121.750.000 (DAK 2015) sehingga satu sekolah berhemat Rp 243.500.000.

Berdasarkan kalkulasi yang dilakukan USAID Prioritas dari data diatas maka jika 50 sekolah yang menyelenggarakan PKR tidak memerlukan tambahan Ruang Kelas Baru secara keseluruhan, maka dari segi sarana dan prasarana, program Pembelajaran Kelas Rangkap (PKR) mampu berhemat sebanyak Rp 12,175 milyar 

Dari praktik baik tersebut, hal apa yang mengahalangi pelaksanaan Pembelajaran Kelas Rangkap? ..

Kamis, 03 November 2016

Taman Nasional Baluran- Situbondo


Beberapa waktu lalu, kebetulan kantor mengadakan staff meeting di Banyuwangi. Kami berangkat berombongan dengan 2 cara. Rombongan pertama dengan menggunakan kereta api, dan rombongan ke dua menggunakan mobil kantor. Saya memilih opsi ke-dua, dengan maksud bisa mampir-mampir ke tempat-tempat lain sebelum ke tujuan. Dan ya, begitulah, rombongan kami mampir ke Taman Nasional Baluran yang berada di ujung Situbondo, nyaris berbatasan dengan Banyuwangi. Konon katanya taman ini memiliki luas 25ribu hektar lahan, dengan harga tiket Rp. 5.000 per orang dan Rp. 10.000 untuk kendaraan roda empat. 

Begitu masuk lokasi taman, kami meleati jalan setapak dengan kiri kanan pepohonan rindang hijau berjuntai bertautan membentuk jalinan hijau disepanjang sisi jalan. Jalanan terkadang terjal membawa kami seolah dalam petualangan, dengan batu-batu kecil dan berlubang layaknya jalanan setapak hutan tak bertuan, namun sayang, kami datang agak siang sehingga kami tidak banyak menjumpai hewan-hewan berkeliaran yang konon katanya banyak dijumpai kalau datang berkunjung pada pagi hari. Kami hanya bertemu ayam kalkun, angsa, bebek, dan ayam kampung yang kadang melenggang melintasi jalan, sehingga kami harus memelankan laju kendaraan
Jalan setapak yang kami lewati dalam taman Baluran 
Sekitar 15 menit atau kurang, saya agak lupa, kami menjumpai padang luas terhampar dengan rumput kekuningan terkena panas dengan undakan gunung dibelakangnya. Beberapa hewan liar terpetak-petak didalamnya. Kami telah tiba di Padang Savana, Bekol. Pantaslah jika tempat ini mendapat julukan 'The Little of Africa" dengan rerumputan dan latar belakang gunung dilengkapi hewan sepetrti Rusa, Babi hutan, Banteng, Kerbau dan beberapa jenis burung. Saya terpikat dengan hamparan rumput dan beberapa tanaman perdu liarnya, yang bahkan terik matahari tak mampu menghalangi gambaran indah tempat ini. Kami pun berhenti dan mengabadikan beberapa tempat bersama.




Setelah foto sana-sini rombongan kami bergerak kembali, masih dalam lokasi Taman Baluran, kami menuju Pantai Bama. Sebenarnya pantai ini cukup nyaman, khas pantai utara yang tak berombak besar. Ah, tapi saya tidak begitu bisa berdiam nyaman di sini. Banyaknya monyet yang membuatku khawatir di colek .. dan kami pun beranjak ke hutan mangrovenya.

Pantai Bama


Terdapat tracking area dan jembatan yang terbuat dari kayu di sepanjang Mangrove Trail Pantai Bama.Akar-akar manrove di lokasi ini cukup tinggi dan kuat, Dapat diduduki, diinjak, bahkan digunakan bergelantungan. Dan eksotisme Mangrove ini, mengakhiri perjalanan kami di Taman Baluran, kamipun melanjutkan perjalanan ke Banyuwangi, tempat tujuan semula.







The King of Attolia


The King of Attolia


Buku tulisan Megan Whalen Turner ini merupakan buku sekuel ke tiga dari empat buku, The Thief, The Queen of Attolia, The King Of Attolia, dan A Conspiracy of King merupakan urutan buku dari 4 buku sekuelnya. Dari Keempat buku tersebut, hanya 2 buku yang saya dapat, dan akan saya tulis sedikit disini, yaitu The Queen of Attolia dan The King of Attolia. Buku ini saya dapat sewaktu ada bazar buku, sudah sangat lama saya tidak membaca buku jenis begini. Dan dengan sedikit terpaksa saya membaca kembali buku jenis imajinasi ini sebelum saya pergunakan untuk diskusi kelompok baca yang kini sedang saya rintis. 

Agak kikuk dan butuh waktu saya menyesuaikan gaya bahasa buku ini. Saya mencoba membebaskan benak saya dan mengikuti gaya bahasa pengarang. Ada banyak kejutan saya rasa. Awalnya saya kira, akan banyak keajaiban pada tokoh utamanya, seperti novel imajinasi lain yang saya ingat. Tetapi kemudian saya disuguhi oleh kejutan yang menyenangkan, dan kemudian menurut saya, novel ini menjadi lebih membumi. si tokoh utama bukan orang yang untouchable, Si tokoh utama, Eugenides, si pencuri Eddies, tertangkap saat menyusup di Attolia. Ini tidak biasa, tetapi kemudian saya teringat bahwa buku ini ini buku ke dua, dan bisa jadi kisah heroik tak tersentuhnya berada di buku pertama.

Namun, seperti novel imajinasi lain, saya mengagumi penggambaran tokoh dewa, nama-nama yang sulit bahkan untuk dibaca, sampai dengan detail penggambaran tempat dan peristiwa. Pada buku The Queen of Attolia, saya mengagumi seni berstrategi yang digunakan oleh tokoh utama, Eugenides. Apalagi pada bagian akhirnya. Seperti akhir yang saya duga sebenarnya, namun detail keputusan Ratu Attolia saat dia menyingkirkan utusan Mede dan menjadikan Eugenides sebagai raja Attolia begitu memikat. Dua novel yang saya baca dari empat novel seri ini saya melihat novel ini memang lebih banyak menampilkan trik masing-masing tokoh, bagaimana Irene, sang ratu, menjadi ratu Attolia. Dari yang semula bukan orang yang disiapkan menjadi ratu hingga kemudian menjadi ratu bayangan sampai mendapat julukan ratu bar-bar karena ketegasannya dalam menghukum orang-orang yang dicurigai tidak setia termasuk para baron di kerajaannya. Begitu juga cerita Ratu Eddies dan juga Eugenides, mulai dari menjadi pencuri Eddies sampai menjadi Raja Attolia pada buku ke tiga.

Walaupun novel ini tidak ada humor-humornya, namun lumayan memikat untuk dibaca saat waktu luang, sambil kembali mengenang masa-masa remaja dimana fantasi tentang raja dan ratu dengan romantisme kerajaan serta dewa-dewa nya menjadi favorit. Satu hal yang bisa saya ambil dari buku ke tiga, The King of Attolia adalah tidak semua orang yang tidak menyukaimu berlaku tidak setia terhadapmu. 

Perempuan Dalam Pasungan

Percikan air tujuh sumur yang bercampur d engan bunga tujuh rupa diguyurkan ke seluruh tubuhku. Dingin yang tiba-tiba menyengat kesadaranku...