Semburat merahnya senja merapak dalam luka
Perihnya meraja
Sepinya menggelayut dalam temaram
Heningnya memagut kesadaran
Aku rasai perihku semakin menari-nari dalam pilu
Hampa...
Tiada warna jua suara
Cengkeraman sendu mendominasi hati dan pikirku
Tatihnya keriangan melesat tak terkendali
Semakin menjauhiku
Tiada terkejar dan tak teraih olehku.
Perih ini semakin merepih..
Menjerat erat dalam setiap detak nadi.
Menelusup bebas dalam tulang dan rangkaku
Merasuk dalam setiap pori kulit tubuhku
Gigilku adalah perih..
Lenguhku adalah duka...
Rintihanku hilang suara..
Tangisku tanpa airmata..Teriakku tanpa nada..
Aku semakin terjerat, dalam lubang kepedihan.
Eloknya asmara tak sanggup menolongku
Kungkung kesakitan ini semakin berselibat dengan hati dan jiwaku
Merapatkan duka dalam kubang perih yang abadi.
Bebaskan aku wahai cinta..
Berikan tawa dan puaskan dahaga akan bahagia atasku
Bongkar pusara hitam dan gantikan riang riuh kicau burung
Senja jangan kau berlama diatas singgasana, datanglah pagi saat malam berangsur pergi
Perih, cukuplah kita bercinta sampai disini.
Aku titik kecil dari gerombolan pengumpul pita suara yang tengah tercecer pada ketandusan dan peramu kata pembongkar kastil palsu tak berimbang yang dibingkai dengan nama tradisi
Jumat, 22 Juli 2011
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Perempuan Dalam Pasungan
Percikan air tujuh sumur yang bercampur d engan bunga tujuh rupa diguyurkan ke seluruh tubuhku. Dingin yang tiba-tiba menyengat kesadaranku...
-
Brak!!! Suara pukulan benda keras mengurai kerumunan yang tadinya bernyanyi penuh semangat dengan dendang lagu-lagu perlawanan. Buk!...
-
Buku karya Remy Sylado yang di terbitkan oleh Kompas Media Nusantara tahun 2014 ini sebenarnya sudah cukup lama saya beli. Belum sempat...
-
“Aku menangis bukan karena kesakitan terkena panah saktimu wahai Rama, jika aku ditakdirkan mati maka memang itulah jalanku untuk kembali, n...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar