Minggu, 16 Juli 2017

Empress: Maharani Wu








Sekali lagi tentang kecerdasan.


Sebelum membaca buku ini kebetulan saya baru saja menyaksikan drama kolosal China berjudul The Princess Weiyoung, yang berkisah tentang perjuangan seorang perempuan, putri kerajaan Lian, yang seluruh keluarganya dibunuh karena dituduh memberontak terhadap kerajaan Wei, hingga dia menjadi kaisar kerjaan Wei.

Kesamaan dari buku yang akan saya review dengan drama tersebut selain tentu saja intrik dalam istana yang memang selalu menjadi bagian cerita dalam sejarah peradapan China (Susan Wise Bauer) namun yang menarik disini adalah bagaimana dalam keduanya mengangkat tokoh perempuan dengan kecerdasannya sehingga bisa menjadi kaisar, kedua-duanya menggambarkan tokoh utama bukanlah perempuan yang menggunggulkan kecantikan dalam kehidupannya maupun menyelesaikan masalah-masalahnya. Kedua tokoh digambarkan memiliki kecerdasan yang luar biasa sehingga kemudian bisa ikut terlibat dalam urusan politik kerajaan bahkan menjadi kaisar.

Buku Empress: Maharani Wu ini merupakan buku yang luar biasa, dengan 400 halamannya, saya bahkan menyelesaikannya dalam dua hari tanpa bosan. Saya hanya menghentikan bacaan saya ketika mata saya sudah berontak terkalahkan oleh masa. Buku ini sedikit menampilkan dialog, namun panjang lebar dengan kalimat yang indah detail penggambaran uraian peristiwa maupun latar belakang tempat kejadian. Jika toh ada yang sedikit mengganggu, hanyalah nama-nama tokoh yang ikut diterjemahkan dalam bahasa Indonesia. Penterjemahan nama tokoh dalam buku ini sering membingungkan saya, bahkan sampai akhir. Saya harus mencerna lebih dalam ketika misalnya ada penyebutan ‘semangat’, ‘harapan’, ‘cahaya nirwana’, dan sebagainya. Namun secara keseluruhan, buku ini sangat layak dibaca, namun sepertinya seharusnya masuk kategori bacaan dewasa. Mengingat intrik itu juga disajikan dalam hubungan asmara dalam istana.

Bagian menarik lain dari buku ini adalah bagaimana Shan Sa, pengarang buku ini, menggambarkan detai perang batin dan kehidupan asmara dalam istana harem. Dimulai saat tokoh utama masih menjadi selir peringat lima yang berbakat, awal mula tokoh utama memasuki Istana Terlarang. Permaisuri Anggun yang disebut sebagai saudara sepupu mengenalkan Wu Shi Yue (nama kecil Maharani Wu) tentang hubungan sejenis dalam istana harem serta tentang intrik dan mudahnya darah mengalir dan nyawa terlepas dari raga. Selain tentu saja, kisah-kisah asmara tokoh utama, baik dengan lain jenis (Kaisar Putra Langit/ Leluhur Mulia) atau dengan kesayangan tokoh utama (muda belia Permata kecil yang berganti nama Katib Kesetiaan) maupun hubungan sejenis, Kemurnian. Dalam buku ini juga diceritakan terdapat beberapa hubungan inses dalam istana sampai dengan pesta seks yang dilakukan anggota kerajaan. Hubugan inses pertama dikenalkan oleh sang tokoh utama yang semula istri Kaisar Leluhur Abadi (ayah Kaisar Leluhur Mulia) kemudian menikah dan menjadi Maharani. Inses Kedua dilakukan Kaisar Leluhur Mulia yang juga menikah(tanpa publikasi) dengan kakak perempuan Maharai Wu, sekaligus juga menikahi kemenakan Maharani Wu (anak kakak perempuannya). Yang menarik, dalam buku ini terdapat ucapan seorang laki-laki (Permata Kecil, yang menjadi kesayangan Maharani Wu) dalam menggunakan seksualitasnya untuk dirinya dan segala yang diperolehnya, dimana selama ini, banyak buku menampilkan perempuanlah yang menggunakan hal tersebut..

Seperti kisah-kisah dalam drama Korea ataupun film dan drama kolosal China, intrik politik dan eksekusi lawan sampai menghabisi seluruh keluarga datang silih berganti. Hal ini juga terdapat dalam novel ini. Demi kekuasaan yang diinginkan dan menjaganya, banyak nyawa dikorbankan. Ke depan, inilah kemudian yang menjadi kontoversi Maharani Wu. Bagaiamana dia tega menyingkirkan keluarganya sendiri, menghabisi kakak-kakak tiri nya, kemenakannya, anaknya, orang-orang yang awalnya mengabdi padanya, serta musuh-musuhnya. Bahkan pada beberapa versi bayi kecil Maharani Wu, serta kemenakan Maharani Wu yang kemudian menjadi kesayangan Kaisar Leluhur Mulia (Keselarasan) dibunuh oleh Maharani Wu. Sampai akhir hayatnya, darah masih banyak mengalir, hingga dia nyaris sekarat, dengan dihukum penggal dua lelaki kesayangan Maharani Wu. Tidak hanya intrik asamara, dalam politikpun yang semula menjadi sponsornya seperti Jendarl Li Ji akhirnya juga dipenggal. Termasuk Lai Jun Chen, sang perdana menteri,  yang dianggap paling bisa membaca niat buruk dibalik kata-kata manispu berakhir dengan eksekusi

Dunia melupakan pepatah Kong Hu CU: Adalah suatu skandal ketika perempuan mencampuri urusan politik sebagaimana ayam betina berkokok seperti ayam jago’. Para lelaki melupakan kemarahan mereka ketika melihat seorang janda muncul dari harem dan memerintah kekaisaran. Demikian tertulis dalam novel untuk menggambarkan keberhasilan Maharani Wu menjadi Kaisar dengan dinasti Zhaou. Maharani Wu atau Cahaya Nirwana  merasa secara fisik tidak biisa mendapatkan perhatian kaisar. Kaisar menyukai perempuan montok, dan Cahaya Nirwana bertubuh kurus. Gadis-gadis belia bersaing tentang perhiasan, gaun, dan keroyalan mereka, Cahaya Nirwana yang warisannya telah dihabiskan klan nya tidak bisa melakukan itu. Namun dengan ketertarikannya pada Kuda dan dengan kecerdasannya, dia mendapatkan perhatian Kaisar dan memasuki Istana dalam. Dia diangkat menjadi sekertaris.

Pada masa Maharani Wu, karena ketidakcakapan Kaisar dalam berdebat, dia diberi keleluasaan dalam urusan politik. Hal yang selama ini belum pernah terjadi. Dia ikut dalam rapat-rapat politik. Ditangannya Dinasti Tang meraih kejayaan. Sistem Pertanian semakin maju, penurunan pajak tanah, pabrik tenun berkembang subur, Bahasa China menjadi bahasa resmi diplomasi semua kerajaan dalam berkomunikasi dan yang paling spektakuler adalah Maharani Wu merubah sistem perekrutan pejabat-pejabat tinggi kerajaan, yang semula semua diperoleh berdasarkan warisan, sekarang rakyat jelata memiliki kesempatan yang sama, asalkan mereka memiliki kompetensi yang diinginkan kerajaan. Nasib bukan lagi suatu pemberian. Pendidikan dan edukasi memberi peluang kehidupan yang lebih baik bagi mereka yang lahir dari kelas bawah.

Setelah meninggal, anaknya, Harapan, yang kemudian menjadi Kaisar menghancurkan prasasti yang telah dipersiapkan Maharani Wu, sehingga sampai kemudian prasasti pusara Maharani Wu kosong tanpa tulisan karena perdebatan panjang pengganti kalimat prasasti tetap tidak diketemukan. Harapan juga mengakhiri Dinasti Zhou dan kembali menggunakan Dinasti Tang, menutup Kuil Keramat Sepuluh Ribu Unsur, mengeluarkan leluhur Maharani Wu daru Kuil Abadi serta mengembalikan nama-nama kementerian seperti semula. Hingga kini, Maharani Wu tetap menjadi kontroversi. 

1 komentar:

  1. Jadi tertarik utk membacanya.. Aku kebetulan anakku jg namanya Maharani hehehe

    BalasHapus

Perempuan Dalam Pasungan

Percikan air tujuh sumur yang bercampur d engan bunga tujuh rupa diguyurkan ke seluruh tubuhku. Dingin yang tiba-tiba menyengat kesadaranku...