Sabtu, 27 November 2010

Mereka yang masih dihilangkan

Kasus penghilangan orang secara paksa memang baru muncul di Indonesia pada awal tahun 1998. Saat itu puluhan aktivis pro demokrasi menjadi korban penculikan rejim Orde Baru. Namun sesungguhnya, penghilangan orang secara paksa telah dimulai sejak awal berdirinya rejim Orde Baru. Kasus 1965/1966, Tanjung Priok 1984, Lampung 1989, DOM Aceh dan Papua adalah diantara kasus penghilangan paksa itu.

Masyarakat Internasional menganggap penghilangan orang secara paksa ini meupakan musuh dari seluruh umat manusia. Karena dalam penghilangan paksa telah terjadi pelanggaran Hak dasar korban, diantaranya meliputi: Hak untuk diakui sebagai pribadi dihadapan hukum; Hak atas kebebasan dan keamanan bagi orang; Hak untuk tidak dikenai penyiksaan dan perlakuan atau hukuman yang kejam, tidak manusiawi atau merendahkan martabat manusia; Hak untuk hidup. Tidak hanya bagi korban, bagi keluarga yang ditinggalkan, kausus penghilangan paksa juga mengakibatkan penderitaan yang luar biasa karena mereka berada dalam ketidakpastian mengenai keberadaan orang-orang yang mereka cintai.

Terhadap kasus penghilangan paksa yang terjadi di indonesia, pemerintah tidak banyak melakukan penyelesaian, bahkan seolah-olah cenderung membiarkan sehingga semakin berlarut-larut. Bagaimana tidak, pada September 2009 pada rapat paripurna DPR RI menghasilkan rekomendasi terkait kasus penghilangan paksa aktivis 1997/1998. Namun, hingga satu tahun semenjak rekomendasi itu dikeluarkan, Presiden RI tidak pernah melaksanakan rekomendasi tersebut. Jika saja rekomendasi itu dilaksanakan untuk merehabilitasi dan memberikan kompensasi kepada keluarga korban penghilangan paksa, tentunya sedikit banyak akan sangat membantu keluarga korban. Negara melalui Menteri HUkum dan Hak Asasi Manusia, Patrialis Akbar, sempat menawarkan lapangan pekerjaan kepada keluarga korban. Tawaran ini dimaknai sebagai bentuk kompensasi. Makna pemulihan telah disalahartikan oleh pemerintah, walau sebetulnya hal itu semata dilakukan hanya agar tidak terjadi kegaduhan politik. Tawaran ini jelaslah bukti tidak adanya keseriusan pemerintah untuk menuntaskan kasus penghilangan paksa.

Upaya pencarian terhadap orang-orang yang masih hilang merupakan sebuah upaya pengungkapan kebenaran. Pengungkapan kebenaran menjadi penting dalam rangka demokratisasi di Indonesia, agar pelanggaaran HAM serupa tidak terjadi dikemudian hari. Pemerintaah mungkin bermain dengan waktu, dan akan kita lawan dengan aksi melawan lupa. Fakta-fakta sejarah akan dihimpun dengan menggunakan gaya tutur. Hal ini dimaksudkan agar tidak ada fakta sekecil apapun dari korban yang hilang seiring dengan bertambahnya usia mereka dan semakin berkurangnya daya ingat.

Sayangnya, gerakan perlawanan ini hingga saat ini hanya dilakukan pada kalanagan korban dan keluarga korban saja. Gerakan-gerakan perlawanan perlawanan dari sektor masyarakat lainnya belum mampu dipersatukan isunya dengan gerakan korban dan keluarga korban. Hal ini juga disebabkan politik pecah belah dari penguasa yang tidak menginginkan adanya persatuan dari seluruh gerakan perlawan korban. Oleh karena itu menjadi peting kemudian, membentuk persatuan gerakan rakyat, selain juga tetap dilakukan gerakan melawan lupa, pendokumentasian fakta sejarah dan yang tak kalah penting adalah penguatan ekonomi korban. Penguatan ekonomi korban menjadi salah satu elemen yang penting utuk dimasukkan dalam gerakan perlawanan, dikarenakan melalui ekonomi penguasa bisa memecahbelah fokus perjuangan, dan tuntutan ekonomi seringkali melemahkan semangat korban dan keluarga korban dalam penuntutan pengungkapan kebenaran. MELAWAN LUPA DEMI TEGAKNYA DEMOKRASI!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Perempuan Dalam Pasungan

Percikan air tujuh sumur yang bercampur d engan bunga tujuh rupa diguyurkan ke seluruh tubuhku. Dingin yang tiba-tiba menyengat kesadaranku...