Minggu, 04 September 2011

Sisa Kikil itu Aku biarkan di Sudut Bbirku..


Mengingatmu, ada perih, ada sepi,  ada airmata dan pasti ada banyak cinta. Aku tak tahu mengapa tiba-tiba mengingatmu. Mungkin karena lagu Chrisye yang tengah aku dengarkan. Atau mungkin karena kuatnya rasaku atasmu. Juga kuatnya rasamu atasku. Semua begitu melekat. Tak aus bahkan saat setelah kita saling ingkar.

Lontong Kikil, penganan dari kaki sapi yang biasanya dibumbu kare, soto atau hanya dimasak santan bumbu pedas. Masak kare salah satu favoritmu. Tengah kusantap kini. Tentu saja tanpa kamu. Tapi aromamu masih kental dalam ingatanku. Kikil, tak membuat gemuk, katamu waktu itu saat aku ogah-ogahan memakannya.

“kandungan kolesterolnya tidak banyak sayang, justru kikil sangat bagus buat persendian tulangmu”

“tapi lihat santannya”

“kita toh tidak memakannya tiap hari, kandungan selenium dan proteinnya juga tinggi”

Begitulah. Aku kemudian mulai menyukai Kikil. Kitapun menjadi sering datang ke pak tua ini lagi. Memesan Lontong Kikil sebagai menu makan malam kita. Berbincang hingga tengah malam. Terkadang kita bercanda dengan Pak Tua. Hingga Pak Tua meringkas tenda jualannya, kitapun baru beranjak.

Suatu ketika, kita makan lontong kikil lagi, di tempat yang berbeda. Aku merasai ada hal yang aneh, seperti ogah-ogahan memakannya. Saat pulang berulang kita berpapasan dengan orang berpakaian serba putih dan berbau harum.

“yang harum itu bau tubuhku sayang..” godamu  saat aku bilang sering mencium bau harum.

Beberapa hari terakhir, kita memang tak bisa berbincang hingga larut seperti biasanya. Bapakmu sakit kala itu. Kamu harus segera menjaganya di Rumah Sakit. Tak berapa lama sesampai aku di rumah, ponselku menunjuk ada sms masuk

“aku beli kikil lagi sayang, Bapak minta”

“ya sayang, semoga Bapak segera sembuh, sampaikan salamku untuknya” balasku

Lalu aku kembali membaca buku, menunggu kantuk datang. Selepas tengah malam, hampir dini, ponselku berbunyi lagi, ku lirik muncul nomer dan namamu dilayar, dan aku mengangkatnya

“Bapak meninggal Sayang…”

Dan itulah terakhir kita makan Kikil bersama. Juga bagimu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Perempuan Dalam Pasungan

Percikan air tujuh sumur yang bercampur d engan bunga tujuh rupa diguyurkan ke seluruh tubuhku. Dingin yang tiba-tiba menyengat kesadaranku...