Selasa, 11 Oktober 2016

Gua Umbul Tuk Blitar



Gua Umbul Tuk terletak di Desa Tumpak Kepuh Kecamata Bakung Kabupate Blitar. Berada di wilayah Blitar Selatan degan perjalanan kurag lebih 1 jam dari pusat kota Blitar. Akses jalan bisa dibilang lumayan mudah walaupun memang medannya cukup curam dan berkelok serta jalanan yang sempit. Meurut saya, setelah agak meahan nafas, cukup terbayar ketika kemudia saya bersama kawan-kawan memasuki Gua ini.

Siang itu kebetulan kegiatan kantor bisa selesai saat dhuhur, demi melepas penat setelah berhari-hari maraton berkegiatan salah satu teman kami tiba-tiba bertanya tentag gua Umbul Tuk. Saya yang kebetulan satu-satunya yang besar kecil di Blitar pun meawarinya berkujung kesana. Walaupun sebenarya sayapun baru sekali kesana, itupun ketika saya masih SMA bersama dengan guru IPS saat mempelajari tetang stalaktit dan stalakmit

Sesampai disana kami ditawari menggunakan pemandu dengan hanya bertarif Rp. 50.000,- saja. Murah, karena kami hanya dibekali lampu senter kecil satu yang dibawa oleh pemadu, tanpa helm, dan pengaman standart lain untuk jenis goa semacam umbul Tuk. Tetapi karena peasaran, saya dan kawan-kawan akhirnya tetap masuk walau tanpa pengaman apapun.

Gua ini terletak lebih rendah dari tanah tempat kami memarkir kendaraan, dengan melintas semacam kolam kecil dengan tinggi selutut orang dewasa. Begitu masuk ke mulut gua, air sedikit lebih rendah dari pada air yang berada di luar gua, semakin kami masuk berlahan sinar matahari semakin hilang, dan gua semakin gelap dan mencekam.

Sebenarnya jika saja saya tidak diingatkan tetang bagaimana sejarah Goa ini, mungkin kesan kelam mecekam itu tidak sempat hinggap dalam pikirannya saya. Ya, begitulah, saya medengar Goa ini dahulu digunakan sebagai tempat persembunyian aktivis dari kejaran pemeritah masa 66-68 yang menggunakan peristiwa 30 September untuk menumpas orang-orang yang diaggap kiri. 

Begitulah, pemandu kami begitu lihai memilihkan kami rute sehigga kami berada dijalan yang tepat, pada ketinggian air yang masih dalam batas aman untuk orang yang tidak bisa bereang. Namun dalam hati saya sempat juga mengumpat, karena tidak ada pelampung atau rompi safety. Jika memang pemeritah daerah setempat berniat mengembangkan Goa ini menjadi tempat wisata, tentu saja keamanan pengunjung harus diutamakan lebih dahulu 

Seperti yang saya ingat, salah satu daya tarik Gua ini adalah stalaktit dan Stalakmitnya. Stalakmit merupakan kerucut karang kapur yang muncul dari bawah. Stalakmit merupakan pasangan dari stalakmit yang tumbuh di lantai goa karena hasil tetesan air dari atas langit-langit gua. Pada beberapa bagian, kami harus berjalan dengan merunduk dengan tinggi air seperut orang dewasa dengan stalaktit yang rendah dan hampir tersetuh kepala. Dibeberapa titik terdapat stalaktit stalakmit yang diberi nama seperti nama kota, kami menyempatkan berfoto walau dengan kamera ala kadarnya dan dengan posisi yang entah bagaimana. Pada ujung yang kami tuju, terdapat lambai stalaktit yang meyerupai helai rambut dan ketika kami mencoba membuyikannya terdegar bunyi nyaring sehigga bagian ini disebut batu gong. Namun memang harus hati-hati sebelum sampai pada batu gong ini, selain air yang semakin tinggi, ada bagian jalan yang kami harus berpegangan pada tali yang diletakkan pada salah satu dinding gua yang dibuat mejadi semacam anak tangga. Sampai pada titik ini, kawan saya sudah terlihat pucat, karena insiden hampir tenggelam, termasuk saya..hihi dan memaksa untuk segera kembali. Jika dari mulut gua hingga batu gong ini, kurang lebih berjarak 2 km dengan waktu tempuh sekitar 2,5-3 jam untuk pulang pergi (jika saya tidak salah ingat). Ini memang bukan ujung goa, kata pemandu kami, butuh 12 jam sampai ujung dan harus menggunakan alat bantu. Saran saya, tinggalkan sepatu atau sandal saat masuk goa ini. Airnya cukup jernih dan menyegarkan, hanya bau khas gua berupa kotoran kelelawar yang terkadang meambah drama eksotis gelap keidahan goa. Penasaran? datang berkunjunglah. 
















Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Perempuan Dalam Pasungan

Percikan air tujuh sumur yang bercampur d engan bunga tujuh rupa diguyurkan ke seluruh tubuhku. Dingin yang tiba-tiba menyengat kesadaranku...